Friday, May 12, 2023

 Mau hidup berubah lebih baik?

Mulailah dengan memperbaiki shalat.

Setidaknya saya bisa memberi kesaksian atas pengalaman saya pontang-panting menghadapi kehidupan. Pindah ke luar negeri, menjalankan peran sebagai ibu. Biasa kerja kantoran lalu merasa seolah “terperangkap” mengerjakan sekian pekerjaan rumah tangga yang tidak habis-habisnya. Beradaptasi dengan di dalam kehidupan pernikahan, tidak hanya dengan suami tapi dengan anak tiri dan mantan istri. Jauh dari keluarga. Secara finansial seolah tergantung pada suami. Harus membina pertemanan baru. Menjalani petualangan mencari kerja dengan semua penolakannya.


Semua roller coaster dalam kehidupan yang di awal waktu benar-benar bikin saya KO. Seperti petinju di atas ring yang habis dibantai oleh lawannya dan tak berdaya memberikan perlawanan.

Habis energi, lelah, terluka. Rasanya tidak sanggup lagi melanjutkan pertandingan. Dalam realitanya, pernikahan kami hampir kandas. Tapi, di saat-saat genting seperti itu, tiba-tiba ada ilham untuk memperbaiki shalat. Saya mulai dengan menambah shalat sunnah saya, mencoba shalat di awal waktu. Mengamalkan anjuran Mursyid saya untuk memiliki tempat shalat yang fixed di dalam rumah. Tidak berganti-ganti tempat. Dan kelapangan demi kelapangan, keajaiban demi keajaiban, rezeki yang tak terduga mulai bermunculan. Inspirasi mengalir. Semangat membara. Fokus kehidupan saya mulai terbaca jelas. Seiring dengan itu, dunia sekitar saya bergerak seirama. Aneh bin ajaib. Seperti sebuah tarian semesta alam yang mendukung apa-apa yang mesti seorang Tessa kerjakan. Termasuk ketenteraman dalam pernikahan dan keluarga yang meningkat. Hal yang tak terbayang sebelumnya, bagaimana kita bisa berjalan sejauh ini?


Dari pengalaman itulah saya berkesimpulan, bahwa keruwetan yang saya pernah alami dulu semata-mata karena saya belum tawakal kepada Allah dan mengandalkan Dia untuk membereskan segala sesuatunya. Tuhan hanya dipanggil di sepetak sajadah dan seringnya dengan hati yang lalai, sedangkan di luar waktu shalat Dia dilupakan. Seakan tak hadir. Hati terlalu tersibukkan oleh dunia. Dan ketika kita menutup diri dari-Nya maka kuasa Dia pun tidak hadir. Dan saya hanya terlunta-lunta dengan hukum sebab akibat, terpelanting dari satu kejadian ke kejadian yang lain dan mencoba menyelesaikan sendiri kemelut yang membelit bagai benang kusut sampai pusing sendiri. 


Padahal pertolongan-Nya sangat dekat. Sedekat Dia yang menyatakan proksimitasnya dengan urat nadi kita sendiri. Dia tak pernah jauh. Tapi kelalaian dan keberpalingan hati kita yang membuat seakan Dia tak hadir.


Sekarang saya merasa punya karpet ajaib dalam hidup. Masalah apapun tidak saya ambil pusing. Saya tidak mau lagi playing God. Merasa bisa menyelesaikan semua hal. Apa yang Dia hadirkan saya bawa kembali ke hadapan-Nya. Di atas sajadah dan karpet itu. Sepetak kecil di rumah yang saya dedikasikan menjadi musholla saya. Gua kahfi saya. Tempat saya membawa segala sesuatunya. Lalu berjuang sabar menunggu datangnya ketetapan Allah sambil mensyukuri dan menikmati kehidupan. Menikmati mengurus suami dan anak, menikmati membereskan cucian piring dan baju yang selalu menumpuk setiap hari. Menikmati menemani anak les renang dan latihan bola. Menikmati memberi kajian dan coaching online. Simply enjoying every single bit of my life.

Every breath of it.

Knowing it won’t last forever. That today is probably my last day on earth. That this breath is probably my last breath.


Kalau saya membaca kembali perjalanan hidup ke belakang. Saya hanya bisa tersenyum sambil berkaca-kaca. Tersenyum geli atas tingkah polah saya yang meronta-ronta kerepotan menghadapi qadar-qadar yang ada sambil salah merespon dan kehilangan momen mengambil hikmahnya. Sementara Dia selalu ada. Dia selalu hadir. Tak pernah berkedip barang sekejap mata.

It was always been You.


I’m really sorry  

It pains me realizing that i had been ignoring You for so many times.

Astaghfirullahaladzim…astaghfirullahaladzim…


Amsterdam, 13 Mei 2023 / 22 Syawwal 1444 H

No comments:

Post a Comment