Monday, May 14, 2018

Makrifat kepada Allah itu berjenjang. Mulai dari makrifat tentang af'al (perbuatan-Nya), makrifat sifat-Nya hingga makrifat Dzat-Nya. Untuk sampai ke titik makrifat af'al saja tidak banyak manusia yang bisa mencapainya. Ketika seseorang meyakini bahwa di balik musibah, bencana, kelaparan, gempa, kecelakaan dan tragedi adalah Dia yang berbuat dan tidak tenggelam dalam permainan saling menyalahkan seseorang atau keadaan, saat itulah seseornag sudah mulai bermakrifat bahwa Dia ada di balik segala perbuatan dan fenomena kehidupan.

Sunday, May 13, 2018

Membaca Al-Qur’an adalah sebaik-baik dzikir. Dalam sebuah hadits qudsi diriwayatkan, Allah SWT telah berfirman, ”Barangsiapa yang disibukkan dengan Al Qur’an dan berdzikir kepada-Ku, hingga tidak sempat meminta kepada-Ku, maka aku akan memberikan apa yang terbaik yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan firman Allah atas perkataan makhluk-Nya adalah seperti keutamaan Allah atas semua makhluknya.” (HR. Tirmidzi).

Adalah lebih baik selepas shalat tahajud sahabat-sahabat membaca dan mengkaji Al Quran, itu akan lebih produktif menyalakan hati dibanding dzikir ribuan kali akan tetapi tidak paham maknanya.

(Adaptasi tausiyah Kang Zam dalam Kajian Hikmah Al Quran, 26 November 2017)

Thursday, May 10, 2018


"Neraka itu ada disini dan sekarang. Begitu juga surga.
(Maka) Berhentilah mengkhawatirkan tantang neraka atau bermimpi tentang surga.
Setiap saat kita jatuh cinta, kita sedang melangit ke surga. Setiap saat kita membenci, mendengki atau berseteru dengan seseorang, (Pada saat itu) kita langsung terjatuh ke dalam api neraka.
- Syamsuddin Tabriz

Wednesday, May 9, 2018

Takdir yang kita arungi adalah dari tangan Tuhan, kita belajar membaca secara teliti.

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala ufuk bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (QS Fushshilat : 53).”

Jadi baca yang ada di ufuk bumi diri kita masing-masing, baru ke jiwa kita. Orang beriman adalah orang yang mampu membaca tanda-tanda-Nya walaupun dalam kesamaran, walaupun tidak terang benderang.
Mata lahiriah kita ini untuk membaca tanda-tanda yang samar, itulah kemuliaan manusia.

Bumi ini bukan (sekadar) untuk ditinggalkan, ini adalah kitabullah, hamparan (mahdan)-Nya. Tidak juga di dunia ini hanya untuk cari uang dan tidak membaca kehendak Allah yang ada di balik fenomena yang terjadi.

(Dari catatan pengajian hikmah Al Quran, 25 Maret 2018/ 8 Rajab 1439H)
“Allah menyayangi orang-orang yang mengetahui kadar dirinya ; tidak melewati batas dirinya; menjaga lisannya dan tidak menyia-nyiakan umurnya”

- Ali bin Abi Thalib ra

Friday, May 4, 2018

Setelah Musa as berjalan dan mengalami sekian pembelajaran dari Khidir as, berkatalah Musa as, "Aku ingin engkau berwasiat kepadaku dengan sebuah wasiat yang dengannya Allah menjadikanku bermanfaat."

Maka Khidir pun berkata, "Wahai pencari ilmu, pendengar itu lebih cepat jenuh daripada pemberi materi. Karenanya janganlah engkau menjadikan anggota majelismu jenuh jika engkau berbicara dengan mereka. Ketahuilah bahwa hatimu itu merupakan bejana, maka pikirkanlah apa yang hendak engkau isikan ke dalamnya. Perhatikanlah duniamu dan letakkan ia di belakangmu, karena sesungguhnya dunia itu bukan tempat yang abadi bagimu, dan kewajibanmu tidak lain hanya menyampaikan kepada umat manusia dan menjadikan dunia ini sebagai sarana pembekalan diri untuk menghadapi kehidupan akhirat kelak. Dan teguhkanlah dirimu untuk bersabar dalam menjauhkan diri dari perbuatan dosa.

Hai Musa, bersungguh-sungguhlah engkau dalam menuntut ilmu jika engkau benar-benar mengharapkannya, dan janganlah engkau banyak bicara dalam menuntut ilmu, karena yang demikian itu akan mencoreng kredibilitas para ulama dan menampakkan keburukan orang-orang bodoh. Tetapi engkau harus benar-benar berhemat, karena yang demikian itu lebih baik dan lebih aman untuk menjauhi orang-orang bodoh. Jika engkau dicaci oleh seorang yang bodoh, maka tetaplah diam seraya bersabar dan hindarilah ia, karena jika tidak kebodohannya itu akan menular kepadamu dan bahkan lebih parah.

Hai putera Imran, tidaklah engkau diberi ilmu melainkan hanya sedikit sekali.

Hai putera Imran, janganlah engkau membuka pintu jika engkau tidak tahu cara menutupnya, dan jangan pula menutup pintu jika engkau tidak tahu cara membukanya.

Hai Musa, barangsiapa yang tidak terlepas dari jeratan dunia dan keinginannya terperangkap dalam urusan kehidupan dunia bahkan menuduh ketetapan Allah yang ada padanya, maka bagaimana mungkin ia akan dapat menjadi seorang yang zuhud? Akankah orang yang dikuasai nafsunya akan dapat melepaskan diri dari kekangan hawa nafsunya? Dan akankah belajar itu bermanfaat baginya jika kebodohan telah menyelimutinya?

Hai Musa, belajarlah ilmu untuk kemudian engkau amalkan, dan jangan engkau mempelajarinya jika hanya untuk engkau perbincangkan, sehingga ilmu itu menjadi pelita bagimu dan cahaya bagi orang lain.

Hai Musa bin Imran, jadikanlah zuhud dan taqwa sebagai pakaianmu, ilmu dan zikir sebagai ucapanmu. Perbanyaklah amal kebaikan, karena sesungguhnya engkau pasti akan terkena berbagai keburukan, jadikanlah hatimu takut kepada Tuhan, karena yang demikian itu menjadikan Tuhanmu ridha. Dan berbuatlah kebaikan, karena engkau pasti akan berbuat keburukan. Sesungguhnya aku telah memberikan pelajaran kepadamu jika engkau mampu menghafalnya."

Lebih lannjut, Rasulullah Saw bercerita, kemudian Khidir pun berpaling dan pergi kemudian Musa as dalam keadaan sendiri, sedih dan menangis.

(Sumber: Ibnu Katsir, "Kisah Para Nabi")