“Jangan terlalu merasakan
dosa-dosa yang telah engkau lakukan, sehingga dapat menghalang-halangi engkau
bersangka baik kepada Allah. Sesungguhnya apabila engkau mengenal Tuhanmu
dengan sifat-sifat kesempurnaan-Nya, maka engkau tidak terlalu membesarkan
dosa-dosamu, di sisi sifat Maha Rahmannya Allah SWT. Tidak ada dosa yang kecil,
apabila Allah mengharapkan padamu sifat adil-Nya, dan tidak ada dosa besar,
apabila Allah menghadapkan padamu sifat-Nya yang penuh anugerah.”
Apabila seorang hamba merasa besar sekali dosanya terhadap Allah, setiap
saat ada saja dosa yang dikerjakannya walaupun dosa-dosa kecil, maka perasaan
seperti ini akan memburukkan dirinya sendiri. Ia akan menganggap Allah yang
Maha Pengasih dan Maha Penyayang akan menurunkan siksa-Nya kepada si hamba yang
berdosa. Seakan-akan Allah itu sangat kejam, yang suka menyiksa manusia
berdosa. Padahal Allah Ta’ala bersifat sangat Rahman dan sangat adil
bagi siapa saja.
Sesungguhnya rahmat dan kasih sayang
Allah itu lebih banyak dan lebih luas dari siksa-Nya. Sifat adil dan bijak Allah itu meliputi langit dan
bumi dengan segala isinya. Allah SWT mengetahui tentang manusia yang ada di
muka bumi ini, kemampuan ilmu dan kekuatan imannya. Sehingga tuangan rahmat dan
kasih sayang-Nya yang ada di permukaan bumi ini sangat sempurna dan sangat
bijaksana. Sifat Allah Ta’ala yang pemaaf dan pengampun adalah bagian dari
anugerah Allah SWT kepada manusia dan semua makhluk yang ada di alam semesta.
Manusia tidak perlu berlebih-lebihan merasa dosa atas kesalahannya terhadap
Allah SWT, setelah mengetahui sifat Allah dan besarnya dan besarnya rahmat dan
anugerah Allah kepada seisi alam ini. Tugas seorang hamba kepada Allah SWT,
karena dosa-dosa dan kesalahan yang diperbuatnya adalah kembali sadar, lalu
bertobat dengan tobat yang sungguh-sungguh, dengan niat tidak akan kembali lagi
melaksanakan dosa-dosa yang pernah dikerjakannya dan berharap rahmat Allah
terus menerus, agar tidak tergoda dan tergelincir untuk kedua kalinya ke lembah
dosa (Itulah yang disebut dengan taubatan nasuha).
Sahabat Ibnu Mas’ud berucap, “Adapun hamba yang merasa dosa-dosanya seperti
setinggi gunung, dia kuatir kalau-kalau dosa yang besar dan tinggi itu akan
jatuh dan menimpa dirinya (seperti gunung yang bisa roboh menimpa manusia di
bawahnya). Sebaliknya, orang yang menganggap enteng dosa dan kesalahan yang
pernah diperbuatnya, menganggap dosa itu seperti lalat yang hinggap di ujung
hidungnya, ia menganggap remeh dosa yang diperbuatnya, tidak akan mengganggu
pikiran dan perasaannya, seperti mudahnya ia menghalau lalat yang hinggap di
ujung hidungnya.
Perasaan orang pertama sudah diuraikan sebelum ini, sedang perasaan orang
yang kedua (tukang maksiat dan munafik) seperti ini, selain bodoh juga sangat
meremehkan Allah SWT. Ia menganggap Allah SWT tidak mampu berbuat apa-apa,
kalau ia berbuat dosa. Atau mengira tidak ada hubungannya dosa kesalahannya
dengan Allah SWT. Adapun orang yang berbuat dosa dan sadar akan kesalahannya,
lebih baik dari seorang hamba yang ujub dan sombong, seperti tidak ada lagi
yang melebihi dirinya. Sedangkan orang berdosa akan menarik orang beriman untuk
segera surut dari perbuatannya mendekati Allah SWT. []
(Ibnu Áthaillah, Al Hikam)
No comments:
Post a Comment