Sunday, July 29, 2012
Jangan Meremehkan Amal
“Tidak ada amal yang lebih diharapkan memperoleh pahala daripada amal yang engkau lihat sangat enteng dan engkau anggap remeh keberadaannya.”
Keadaan amalnya orang yang beramal berpengharapan bagi pembentukan jiwa manusia dan diharapkan diterima oleh Allah Ta’ala, adalah amal yang gaib (ia tidak tahu bahwa ia telah berbuat kebaikan). Ia lebih percaya bahwa suatu amal itu hanya bisa dilaksanakan apabila mendapat izin dari Allah Ta’ala. Ia juga yakin bahwa amal apa pun hanya bisa terwujud baik yang berkaitan langsung kepada Allah, atau yang berkaitan dengan manusia, tidak akan ada apabila belum mendapat izin dari Allah Ta’ala. Seorang hamba dalam perwujudan kerja dan cita-citanya tidak boleh hanya berharap dari amalnya saja. Amal tidak boleh dipergunakan sebagai alat untuk memperoleh kehendak nafsu duniawi, untuk mencari pangkat, keuntungan dagang, atau kepentingan pribadi lainnya.
Seorang mukmin sejati beramal semata-mata karena Allah, tidak karena ada maksud lain di balik amal yang ia wujudkan bagi hubungannya dengan Allah SWT. Seorang hamba wajib melaksanakan amal itu secara kontinyu dalam bentuk apapun dan tidak merasa bosan karena sesuatu dalam mewujudkan hubungannya dengan Allah Ta’ala.
Amal dan ibadah itu adalah suatu kewajiban yang dikerjakan secara sirri (Secara diam-diam, tidak dinampakkan) karena kuatir dihinggapi mendatang sifat riya. Beramal (umpamanya berinfak), disampaikan ibarat tangan kanan memberi, tangan kiri tidak melihat (amalan yang dirahasiakan kepada manusia dan kepada diri sendiri), itulah yang lebih utama. Beramal bagi orang yang arif dituntut hati yang ikhlas, tidak perlu dihitung-hitung dan diingat-ingat. Amal yang sudah dipersembahkan kepada Allah adalah semata-mata karena Allah belaka, jangan diingat-ingat dan dikenang lagi. Kalau masih diingat-ingat juga, maka amal tersebut menjadi amal yang riya atau membanggakan amal. Amal seperti ini, adalah amal yang tidak diragukan kebenaran niatnya. Amal yang telah diterima oleh Allah adalah amal yang sudah dilupakan oleh yang beramal dan dilupakan oleh orang lain. Terputus dari ingatannya semua amal yang pernah dikerjakan. Itulah amal dari para salihin dan siddiqin.
Amal saleh hamba Allah hendaklah dipelihara kebaikannya dan diselamatkan dari kotoran yang melekat dari kehendak hawa nafsu manusia dari ujub dan riya. Semua kebaikan itu adalah milik Allah, karena Ia Maha Baik, Maha Indah, Maha Sempurna. Ia yang Maha Kuat, Maha Berkuasa, dan Maha Meliputi seluruh kekuasaan dan kekuatan yang ada pada manusia. Manusia menerima kebaikan itu dari Allah yang maha Suci, maka hendaklah ia memelihara dan mensucikan kebaikan-kebaikan itu. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Fatir ayat 10, bahwa Allah jua pemilik kekuaasan dan kemuliaan itu semua. Sedangkan perbuatan dan kata-kata kebaikan yang dikerjakan dan diucapkan manusia, terangkat kepada Allah. Itulah amal haq yang terangkat dengan penuh kehormatan ke sisi Allah SWT dan diterima oleh-Nya. Amal yang diterima oleh Allah itulah yang akan menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.
Jangan engkau anggap enteng amal yang telah engkau kerjakan dengan tulus dari hatimu yang murni, tanpa kehendak selain dari kasih sayang dan ridha Allah semata. Sekecil apapun amal yang telah dipersembahkan kepada Allah dan manusia, semuanya adalah kebaikan yang diangkat kepada Allah, dan menjadi kemuliaan dirimu di sisi-Nya.
Kadang-kadang amal kebaikan yang kecil itu juga, yang kita anggap enteng, akan memberi kehormatan besar, dan memberi keselamatan bagi kebaikan manusia. Kadang-kadang pula amal yang kita banggakan dan sangat banyak, apalagi menjadi sebutan manusia, bisa jadi tidak memberi manfaat, dan kadang-kadang pula menjadi fitnah.
Perhatikan semua amal ibadah yang diajarkan Rasulullah saw. dengan penuh perhatian, dengan rasa khusyu dan tawadhu, kerjakan menurut kemampuan. Jangan memborong amal itu karena ingin dikenal sebagai orang alim dan saleh. Kerjakanlah amal yang menurut pengetahuan kita sesuai dengan ajaran dan sunah Nabi saw., dengan penuh keyakinan dan keikhlasan. Itulah tuntutan yang benar, dan sunah yang patut diikuti.
Untuk menyelamatkan amal ibadah manusia dari ujub dan riya, Allah memberi penangkal yang gunanya menghindarkan manusia dari maksud dan hawa nafsu duniawi dan keinginan yang merusak amal ibadah. Penangkal itu dinamakan “Al Warid”. Apkah Al Warid itu? Al Warid adalah nurullah yang memantul ke dalam batin orang-orang arifin, salihin dan shidiqqin yang tinggi makrifatnya sehingga menjadi kekuatan luar biasa yang dapat menjadi perisai yang mampu menghancurkan semua godaan dan nafsu duniawi. Sinar yang masuk ke dalam hati manusia yang berupa nur Ilahiyah yang sangat halus, lalu menjadi benteng pertahanan bagi iman yang bertahta dalam hati anak Adam, sehingga manusia keluar dari wujud manusia dengan hawa nafsu duniawiyah, memasuki ruhaniyah yang tinggi berupa makrifat pada maqam Rabbaniyah yang sangat halus (latifah ruhya) dalam batas-batas manusia sebagai hamba Allah. Basirah ruhaniyah yang ada dalam dadanya mampu menepis tabis yang menutup mata kepala manusia, sehingga rahasia-rahasia yang tersembunyi dari pandangan mata manusia dapat dilihat oleh basirah (mata hati yang terang), karena tersiram oleh nurullah. Tabir yang tersingkap itu, telah membuka basirah manusia sehingga mampu pula ia mendobrak semua pengaruh dan godaan duniawi yang biasanya menjadi penghalang bagi manusia yang ingin memasuki maqam makrifat yang lebih tinggi. Makrifat yang telah mencapai nurullah itu mampu mentransparasi alam gaib dengan kekuatan Al Warid tadi.[]
(Ibnu Athaillah)
Labels:
Amal
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment