Friday, August 3, 2012
Kebahagiaan dan Penderitaan
Ketahuilah, manusia terbagi ke dalam dua golongan: pertama, mereka yang tenteram, senang dan bahagia, yang beramal saleh karena taat kepada Allah; kedua, mereka yang ketakutan, ragu dan menderita karena bermaksiat kepada Allah. Manusia memiliki potensi untuk taat maupun untuk bermaksiat. Jika keikhlasan, ketulusan, dan kebaikan mendominasi seseorang, niscaya keangkuhannya berubah menjadi kelembutan dan sisi buruk ditaklukkan oleh sisi baiknya. Sebaliknya, jika hawa nafsu mendominasi maka kemaksiatan akan mengalahkan kesucian dan ketaatan sehingga ia gemar bermaksiat. Jika kedua sifat yang saling bertentang ini sama kuat, ia boleh berharap bahwa kebaikan akan menang, seperti yang dijanjikan oleh Allah: Barangsiapa membawa amal yang baik, baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya… (QS Al An’aam [8]: 160). Dan jika Allah menghendaki, Dia akan melipatgandakan karunia-Nya.
Namun, jika antara kebaikan dan dosa seimbang, seseorang harus melewati ujian yang berat di hari kiamat. Berbeda halnya dengan orang yang mampu mengalahkan hawa nafsunya, sebab ia tidak akan dihadang ujian; tak ada perhitungan atas dirinya. Ia akan masuk surga tanpa melalui kengerian hari kiamat.
Dan adapun orang yang berat timbangan (kebaikan)nya maka ia berada dalam kehidupan yang memuaskan (QS AL Qaari’ah [101]: 6-7).
Orang yang timbangan dosanya lebih berat daripada amal baiknya, niscaya akan menghadapi azab yang setimpal. Lalu ia akan dilemparkan ke dalam kobaran api neraka dan, jika ia memiliki iman, ia akan masuk surga.
Pertentangan antara ketaatan dan kemaksiatan adalah pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Keduanya ada dalam diri manusia meskipun keadaan keduanya berubah-ubah. Kebaikan dapat berubah menjadi kejahatan dan kejahatan dapat menjadi kebaikan. Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang kebaikannya mengalahkan kejahatannya akan mendapatkan keselamatan, ketenteraman dan kebahagiaan, sedangkan orang yang kejahatannya lebih banyak daripada kebaikannya, ia akan berbuat maksiat dan menjadi orang yang jahat; orang yang mengakui kesalahannya, bertobat dan mengubah jalan hidupnya, niscaya kemaksiatannya akan diubah menjadi ketaatan dan ibadah.”
Ketahuilah, Allah telah menetapkan bahwa kebaikan dan kejahatan, kebahagiaan mukmin yang taat, dan penderitaan para pelaku maksiat merupakan keadaan bawaan manusia. Keduanya merupakan daya potensial dalam diri manusia. Rasulullah saw. bersabda, “Orang yang beruntung menjadi orang baik telah ditetapkan menjadi orang yang baik ketika ia masih di rahim ibunya, dan orang yang jahat telah ditakdirkan menjadi jahat sejak ia berada dalam rahim ibunya.” Itulah keadaannya, dan tak seorangpun berhak membahas persoalan ini. Ketetapan Allah bukanlah obyek pemikiran yang harus dibahas. Orang yang tergoda untuk membahasnya akan terjerumus ke dalam kemurtadan dan kekafiran.
Selain itu, tak seorang pun boleh menggunakan takdir sebagai dalih untuk meninggalkan usaha, kerja keras, dan amal baik. Kau tak boleh berkata, “Jika aku memang ditakdirkan menjadi orang baik, tak perlu aku bersusah payah mengerjakan kebaikan, toh aku telah dirahmati.” Atau, “Jika aku telah ditakdirkan menjadi orang jahat, apa gunanya berbuat baik?” Pandangan seperti itu jelas-jelas sesat. Tak patut kau berkata, “Jika keadaanku telah ditetapkan di masa lalu, apa untung-ruginya aku berharap pada perbuatanku saat ini?” Perbedaan sikap mengenai takdir ini tergambar pada perbedaan antara Adam a.s. manusia dan nabi pertama, dan Iblis. Iblis menisbatkan kemaksiatannya kepada takdir. Ia menjadi kafir sehingga terusir dari rahmat dan hadirat Allah. Sebaliknya, Adam a.s. mengakui kesalahan dirinya, dan sebagai bentuk tanggung jawabnya, ia memohon ampunan, menerima rahmat Allah dan akhirnya mendapat keselamatan.
Setiap muslim dan mukmin haram mempertanyakan atau menjadikan takdir sebagai dalih. Tindakan itu hanya akan melahirkan keragu-raguan, atau lebih jauh lagi, kekafiran. Setiap Mukmin wajib percaya kepada kebijaksanaan Allah. Segala kejadian yang disaksikan manusia dalam dirinya dan di dunia ini tentu ada sebabnya. Namun, karena didasarkan atas kebijaksanaan Ilahi, sebab itu tak mungkin dipahami oleh logika manusia. Jika kau menghadapi kekafiran, kemunafikan, kemusyrikan dan ragam kejahatan lainnya di dunia ini, jangan sampai semua itu mengguncangkan imanmu. Ketahuilah Allah SWT dengan kebijaksanaan-Nya yang mutlak telah menentukan segala sesuatunya. Dia-lah yang menciptakan apa yang tampak sebagai keburukan untuk mengungkapkan kekuasaan-Nya yang tak terbatas. Mungkin sebagian orang melihat manifestasi tersebut kejam dan buruk. Namun, ada rahasia besar di balik semua ini yang hanya dapat diketahui oleh Rasulullah saw.
Alkisah, seorang alim berdoa kepada Tuhannya, “Wahai Yang Maha Esa, semuanya telah Kau takdirkan. Nasibku berada dalam genggaman-Mu. Kehendakku ada di tangan-Mu, ilmu yang Kau berikan kepadaku adalah ciptaan-Mu.”
Tiba-tiba muncul suatu jawaban tanpa suara dan tanpa kata, dari dalam dirinya sendiri: “Hai hamba-Ku, semua yang kau katakan adalah milik Yang Maha Esa yang tiada sekutu bagi-Nya, bukan milik hamba.”
Alim itu berkata lagi, “Tuhanku, aku telah menganiaya diriku sendiri. Aku telah berbuat salah dan berdosa.”
Setelah pengakuan itu, ia mendengar lagi suara dari dalam dirinya, “Aku melimpahkan rahmat-Ku atas dirimu. Semua kesalahanmu telah Kuhapus. Kau telah Ku-ampuni.”
Setiap mukmin harus menyadari dan bersyukur bahwa semua kebaikan mereka bukanlah dari mereka, melainkan hanya melalui mereka. Keberhasilan berawal dari Sang Pencipta. Jika bersalah, ketahuilah bahwa kesalahan dan dosa berasal dari diri mereka, agar mereka bertobat. Kejahatan bersumber dari hasrat sesat nafsu mereka. Jika kau memahami ini dan mengikutinya, kau termasuk golongan orang yang disebut oleh Allah sebagai:
Orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, ingat kepada Allah, lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan keji itu sedang mereka mengetahui. Sesungguhnya balasan bagi mereka adalah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya… (QS Ali Imran [3]: 135-136).
Setiap mukmin mesti meyakini bahwa penyebab semua kesalahan adalah dirinya sendiri. Keyakinan ini akan menyelamatkan dirinya. Itu lebih baik daripada menisbatkan kesalahannya kepada Yang Mahasuci lagi Mahakuasa, Yang Maha Esa Sang Pencipta semesta.
Rasulullah saw. bersabda, “Apakah seseorang akan menjadi baik atau jahat sudah diketahui ketika ia berada dalam rahim ibu.” Makna ‘rahim ibu’ dalam hadis itu adalah empat unsur sumber semua kekuatan dan daya material. Dua diantaranya adalah tanah dan air, yang berfungsi menumbuhkan iman dan ilmu, menghidupkan dan mewujud di dalam hati sebagai sikap rendah hati, karena tanah bersifat rendah. Lawan keduanya adalah api dan eter, yang bersifat membakar, merusak, dan membinasakan. Allah telah menjadikan keempat unsur yang berlawanan ini dalam sebuah wujud. Bagaimana air dan api dapat berdampingan? Bagaimana cahaya dan kegelapan sama-sama berada dalam awan ?
Dialah Tuhan yang memperlihatkan kilat kepadamu untuk menimbulkan ketakutan dan harapan, dan Dia mengadakan awan mendung.
Dan guruh itu bertasbih memuji Allah. (Begitu pun) para malaikat karena takut kepada-Nya, dan Allah melepaskan halilintar lalu menimpakannya kepada siapa yang Dia kehendaki (QS Ar Raad [13]: 12-13)
Suatu hari, seseorang bertanya kepada Syaikh Yahya bin Muaz al-Razi, “Bagaimana kau mengenal Allah?”
“Dengan menyatukan hal-hal yang berlawanan.”
Segala hal yang berlawanan berkaitan dengan, bahkan syarat untuk memahami, sifat-sifat Allah. Manusia merupakan cermin yang memantulkan kebenaran Ilahi. Dalam wujudnya, manusia meliputi seluruh semesta. Karena itulah ia disebut penyatu yang majemuk – makrokosmos. Karena Allah telah menciptakan-Nya dengan tangan-Nya sendiri, tangan kasih sayang-Nya, dan tangan kekuatan serta amarah-Nya. Karena itu, manusia merupakan cermin yang menampilkan sisi yang kasar dan keras, maupun sisi yang halus dan indah.
Semua nama Ilahi diejawantahkan dalam diri manusia, sedangkan semua makhluk lainnya hanya bersisi tunggal. Allah menciptakan Iblis dan keturunannya dari sifat amarah-Nya. Dia menciptakan malaikat dari sifat rahmat-Nya. Sifat kewalian dan ketekunan beribadah ada pada para malaikat, sedangkan Iblis dan para pengikutnya, yang diciptakan Allah dari sifat amarah-Nya, memiliki sifat zalim. Karena itulah Iblis bersikap sombong dan enggan ketika diperintahkan Allah untuk bersujud kepada Adam.
Karena manusia memiliki sifat yang mulia sekaligus yang tercela, dan karena Allah telah memiliih para rasul dan wali-Nya dari kalangan manusia maka para utusan-Nya pun tidak lepas dari kesalahan. Sebagai penerima risalah, para nabi terpelihara dari dosa-dosa besar. Namun, mereka tidak luput dari dosa-dosa kecil. Berbeda dengan para nabi, para wali tidak suci dari dosa. Namun, jika mereka telah mencapai kesempurnaan dalam pendekatan diri kepada Allah maka mereka akan terpelihara dari dosa.
Syaqiq al-Balkhi, semoga Allah menyucikan ruhnya, berkata, “Ada lima tanda kesalehan: sifat yang baik dan hati yang lembut, sering menangis karena tobat, kesederhanaan dan mengabaikan dunia, tidak serakah dan memiliki kesadaran diri. Tanda seorang pendosa pun ada lima: berhati keras, memiliki mata yang tak pernah menangis, cinta dunia dan segala urusan duniawi, serakah dan tidak memiliki kesadaran atau rasa malu.”
Rasulullah saw. menisbatkan empat sifat kepada orang yang saleh, yaitu: “Dapat dipercaya dan menjaga serta menunaikan amanah yang disampaikan kepadanya; selalu menepati janji; jujur dan tak pernah berdusta; tidak kasar dan tidak melukai hati orang lain.” Rasulullah juga menyebutkan empat ciri pendosa, yaitu “Khianat, tak dapat dipercaya dan tidak menunaikan amanat. Ia tidak menepati janji; suka berdusta; ketika berbicara suka menyerang dan mengutuk sehingga ia sering melukai hati orang lain.” Di samping itu, orang yang berdosa enggan memaafkan kesalahan orang lain. Inilah tanda orang yang tidak beriman, karena memaafkan adalah ciri utama seorang mukmin. Allah SWT memerintahkan Rasulullah saw: “Jadilah pemaaf, suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang yang bodoh.” (QS Al A’raaf [7]: 199).
Perintah “Jadilah pemaaf” tidak hanya berlaku atas Rasulullah saw. Perintah itu berlaku atas setiap orang yang beriman kepada Nabi Muhammad saw. Jika seorang raja menitahkan kepada gubernur untuk melakukan sesuatu maka perintah itu pun berlaku atas masyarakat yang ada di bawah pimpinan sang gubernur, meskipun raja itu hanya mengatakan kepada dirinya.
Ungkapan “jadilah pemaaf” sama saja dengan ucapan “Biasakanlah memaafkan dan jadikan pemaaf sebagai sifatmu, bagian dirimu sendiri.” Rasulullah juga bersabda, “Siapa saja yang bersifat pemaaf, ia akan menerima salah satu nama Allah, yakni Yang Maha Pengampun.” Allah berjanji, …Maka barangsiapa memaafkan dan berbuat baik, pahalanya atas (tanggungan) Allah… (QS Asy Syuraa [42]: 40).
Ketahuilah, kebaikan dapat berubah menjadi kemaksiatan dan kemaksiatan menjadi kebaikan tidak dengan sendirinya, tetapi karena usaha dan perbuatan manusia. Rasulullah saw bersabda, “Semua anak dilahirkan sebagai muslim. Orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” Setiap manusia mempunyai potensi untuk menjadi orang baik atau jahat. Karena itu, kita tak patut menghakimi seseorang atau sesuatu sepenuhnya baik atau sepenuhnya jahat. Pandangan yang benar adalah bahwa jika kebaikan seseorang lebih banyak daripada keburukannya, berarti ia orang baik dan jika keburukannya lebih banyak daripada kebaikannya, berarti ia orang jahat.
Dan tidak berarti bahwa seseorang akan masuk surga tanpa melakukan amal baik sedikit pun, atau bahwa ia dimasukkan ke neraka tanpa melakukan kejahatan sedikit pun. Pandangan seperti itu bertentangan dengan prinsip ajaran Islam. Allah telah menjanjikan surga kepada hamba-Nya yang beriman dan beramal saleh, dan Dia mengancam pelaku maksiat, tidak beriman, dan menyekutukan Allah dengan azab neraka. Allah berfirman:
Barangsiapa mengerjakan amal saleh maka itu untuk dirinya sendiri, dan barangsiapa mengerjakan kejahatan, itu akan menimpa dirinya sendiri, kemudian kepada Tuhanlah kamu dikembalikan. (QS Al Jaatsiyah [45]: 15)
Pada hari-hari itu tiap-tiap jiwa diberi balasan atas perbuatannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya (QS Al Mu;min [40]: 17)
Dan bahwa seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya (QS An Najm [53]: 39)
Dan kebaikan apa saja yang kamu usahakan bagi dirimu tentu kamu akan mendapat pahalanya pada sisi Allah (QS Al Baqarah [2]: 110) []
(Syaikh Abdul Qadir Jailani)
Tabir Cahaya dan Kegelapan
Allah berfirman, “Siapa yang buta di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta.” (QS Al Israa’ [17]: 72). Buta yang dimaksudkan bukanlah buta mata, melainkan buta hati sehingga seseorang tidak bisa melihat cahaya akhirat. Allah SWT berfirman, “…sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta adalah hati yang di dalam dada.” (QS Al Hajj [22]: 46). Satu-satunya penyebab kebutaan hati adalah kelalaian, lupa akan kewajiban, tujuan dan janjinya kepada Allah ketika ia hidup di dunia. Penyebab kelalaian adalah kebodohan terhadap hukum dan perintah Tuhan. Kebodohan ini disebabkan oleh kegelapan yang menghalanginya dari dunia luar dan membelenggu batinnya. Di antara sifat yang menggelapkan hati adalah keangkuhan, kesombongan, iri, khianat, dendam, dusta, suka menggunjing, mengumpat dan berbagai sifat buruk lainnya. Sifat-sifat inilah yang akan menjungkirkan manusia dari makhluk yang paling mulia menjadi makhluk yang paling hina.
Sifat-sifat buruk ini dapat dihilangkan dengan menyucikan dan menerangi hati. Penyucian dilakukan dengan mencari dan mengamalkan ilmu, disertai tekad dan upaya yang kuat. Selain itu, dia harus memerangi nafsu di dalam maupun di luar diri dengan menjauhi realitas yang serbaneka untuk menyatu dengan tauhid. Jika perjuangan ini dilakukan tanpa henti, niscaya hati menjadi hidup diterangi cahaya tauhid. Dan jika hati telah diterangi cahaya tauhid, ia akan melihat hakikat sifat-sifat Allah di sekitar dan di dalam dirinya.
Barulah setelah itu kau akan mengingat tanah air sejati tempat asalmu. Kau akan diliputi kerinduan untuk kembali ke sana, dan ketika saatnya tiba, dengan pertolongan Allah SWT, ruh suci dalam dirimu akan menyatu dengan-Nya.
Ketika kegelapan sirna, cahaya datang menggantikannya sehingga orang yang memiliki mata hati akan mampu melihat hakikat. Ia memahami segala yang dilihatnya dengan cahaya nama-nama dan sifat Ilahi. Ia akan diliputi cahaya, dan akhirnya menjadi cahaya. Kendati demikian, cahaya masih menjadi tabir yang menutupi cahaya zat Ilahi hingga cahaya itu sirna dan yang tersisa hanya cahaya zat Ilahi.
Hati memiliki dua mata, yang kecil dan yang besar. Dengan mata hati yang kecil manusia dapat melihat manifestasi sifat-sifat dan nama-nama Allah. Ia akan melihatnya sepanjang perkembangan ruhani manusia. Mata yang lebih besar hanya dapat melihat melalui cahaya tauhid dan keesaan. Mata itu akan dapat melihat jika seseorang telah mencapai wilayah kedekatan kepada Allah. Ia akan melihat di alam tertinggi manifestasi zat Allah, keesaan yang mutlak.
Semua tingkatan ruhani yang tinggi ini dapat dicapai dalam kehidupan di dunia ini jika kau telah menyucikan dirimu dari sifat-sifat duniawi, termasuk sifat mementingkan diri sendiri dan hawa nafsu. Keberhasilanmu menaiki jenjang-jenjang ruhani itu bergantung pada sebesar apa usahamu untuk menjauhkan diri dari sifat duniawi dan dari nafsumu.
Pencapaian tujuan yang kau dambakan itu tidaklah seperti datangnya sesuatu atau seseorang di suatu tempat. Pencapaian itu pun tidak seperti peralihan dari tidak tahu menjadi tahu; tidak seperti akal yang berhasil memahami suatu obyek pemikiran; tidak pula seperti khayalan yang menyatu dengan harapan. Tujuan itu tercapai ketika kau hampa dari segala sesuatu kecuali zat Allah. Pencapaian ini merupakan proses yang terus menerus terjadi. Tak ada jarak, tak ada kedekatan maupun kejauhan, tak ada pencapaian, tak ada ukuran, tak ada arah dan tak ada dimensi.
Dia Mahabesar, segala puji bagi-Nya. Dia Mahapenyayang. Dia terlihat pada apa yang disembunyikan-Nya darimu. Dia memanifestasikan diri-Nya ketika Dia letakkan tabir antara diri-Nya dan dirimu. Pengenalan kepada-Nya tersembunyi dalam kerahasiaan-Nya.
Siapa saja di antara kalian yang mencapai cahaya yang dilukiskan dalam buku ini di kehidupan dunia, pertimbangkanlah catatan amalmu. Dengan cahaya itu kau dapat melihat segala sesuatu yang telah kau kerjakan. Karena itu, perhitungkanlah dan timbanglah. Kelak, di hari kiamat, kau harus membaca catatan amalmu di hadapan Tuhan. Itu merupakan titik akhir. Setelah itu, tak ada lagi peluang untuk menimbang amalmu. Jika kau menimbangnya di sini, kau masih punya waktu, kau akan termasuk ke dalam golongan orang yang selamat. Jika tidak, penderitaan dan bencana akan menjadi nasibmu di dunia ini dan di akhirat kelak. Kehidupan ini akan berakhir. Di depan kita telah menunggu azab kubur, kiamat, dan timbangan amal. Kita juga akan menghadapi jembatan ujian, yang lebih tipis daripada rambut dan lebih tajam daripada pedang. Di ujung jembatan itu ada surga, di bawahnya ada neraka beserta segala bentuk penderitaannya yang abadi. Itulah realitas yang harus dihadapi manusia ketika kehidupan yang fana ini berakhir. []
(Syaikh Abdul Qadir Jailani)
Sufi Para Pejalan di Jalan Tuhan
Istilah shufi berasal dari kata Arab “shaf” yang berarti suci. Kaum sufi diberi gelar ini karena alam batin mereka disucikan dan diterangi oleh cahaya ilmu, tauhid, dan keesaan. Dalam pengertian lain, mereka disebut sufi karena secara ruhani mereka dekat dengan para sahabat Rasulullah yang disebut “Ahlu Shufah” (Ahlu Shufah juga sering dimaknai sebagai para penghuni serambi. Sebutan ini merujuk kepada para sahabat Nabi saw. yang tinggal di serambi Mesjib Nabawi. Mereka adalah para sahabat yang fakir dan selalu beribadah kepada Allah- pen) – yang berbaju kasar terbuat dari bulu domba. Bahkan, mereka sendiri mungkin selalu mengenakan pakaian kasar dan murah yang terbuat dari bulu domba (shuuf) dan banyak pula dari mereka yang selalu mengenakan pakaian usang penuh tambalan.
Seperti penampilan lahir mereka yang miskin dan hina, begitu pula kehidupan duniawi mereka. Mereka sangat bersahaja dalam makan, minum dan kesenangan duniawi lainnya. Dalam kitab berjudul al-Majma’ dikatakan, “Kaum sufi adalah mereka yang bersikap sederhana dalam pakaian dan pandangan hidup.” Mungkin saja mereka tampak tertarik oleh kehidupan dunia. Namun, pengetahuan mereka diwujudkan dalam perilaku yang sopan dan santun sehingga orang-orang lain tertarik kepada mereka. Sesungguhnya mereka merupakan teladan bagi manusia. Mereka mngikuti ajaran-ajaran Allah. Dalam pandangan Tuhan, mereka berada di garis terdepan manusia; dalam pandangan para salik, terlepas dari penampilan lahiriah, mereka adalah orang-orang yang menawan hati. Mereka memiliki ciri yang sangat khas, karena mereka telah mencapai tingkatan tauhid yang sesungguhnya.
Dalam bahasa Arab, kata tashawwuf, terdiri atas empat huruf, t, sh, w, dan f. Huruf pertama, t, adalah singkatan dari tawbah, tobat. Inilah langkah pertama yang harus ditempuh di jalan ruhani, yang meliputi langkah lahir dan langkah batin. Langkah lahir ditempuh dengan perkataan, perbuatan dan perasaan. Secara lahiriah, orang yang bertobat harus memelihara hidupnya dari dosa dan maksiat serta condong kepada ketaatan; ia harus membebaskan diri dari penyimpangan dan kekafiran, seraya mencari keridhaan dan keselarasan. Langkah batin tobat ditempuh oleh hati. Langkah ini ditempuh dengan menyucikan hati dari segala noda dan salah. Langkah ini bersumber dari perlawanan terhadap hasrat duniawi dan keteguhan dalam kesucian. Tobat – yang merupakan kesadaran atas dosa dan kemestian meninggalkannya, juga merupakan kesadaran atas kebaikan dan tekad untuk mengamalkannya – akan membawa seseorang kepada tingkatan kedua.
Tingkatan kedua adalah keadaan tenang dan bahagia, shafaa. Tingkatan ini pun meliputi dua langkah, yakni langkah menuju kesucian hati, dan langkah menuju inti hakikatnya.
Ketentraman datang dari hati yang bebas dari kecemasan. Kecemasan disebabkan oleh kesenangan kepada dunia – makanan, minuman, tidur, dan cengkerama. Semua ini, seperti daya tarik bumi, menurunkan eter hati. Tentu saja, membebaskan diri dari tarikan duniawi merupakan langkah yang sangat berat dan melelahkan. Perjuangan itu menjadi semakin berat karena ada ikatan lain yang membelenggu eter hati ke bumi, termasuk hasrat, kekayaan, juga cinta istri dan anak-anak.
Cara membebaskan dan menyucikan hati adalah mengingat Allah. Pada awalnya, zikir dilakukan secara lisan dengan menyebut nama-Nya berulang-ulang, melafalkannya dengan keras sehingga kau dan orang lain mendengar dan mengingat-Nya. Ketika ingatan kepada-Nya telah mantap, zikir berlangsung dalam hati dan menjadi bagian batin; yang tertinggal hanya keheningan. Allah berfirman:
Sesungguhnya orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) (QS AL Anfaal [8]: 2)
Gemetar berarti kagum, takut, dan cinta kepada Allah. Dengan berzikir menyebut asma Allah, hati terjaga dari kelalaian, dibersihkan dan diterangi. Dengan begitu, bentuk dan rupa rahasia alam ghaib akan terpantul padanya. Rasulullah saw. bersabda, “Para ulama secara lahir mengunjungi dan memeriksa segala sesuatu dengan pikiran mereka, sedangkan kaum bijak secara batin sibuk membersihkan dan menerangi hati mereka.”
Inti hati akan meraih ketentraman jika telah disucikan dari segala sesuatu dan dipersiapkan untuk hanya menerima zat Allah, yang akan memasukinya jika ia telah dihiasi oleh cinta Ilahi. Inti hati dapat dibersihkan dengan zikir batin dan terus-terusan melafalkan kalimat tauhid “laa ilaaha illallaah” dengan lidah hakikat. Ketika hati dan intinya berada dalam keadaan tenteram dan bahagia maka tingkatan kedua, yang disimbolkan oleh huruf sh menjadi sempurna.
Huruf ketiga, w, adalah singkatan dari wilayah, yakni tingkat kewalian para pecinta dan kekasih Allah. Tingkatan ini bergantung kepada kesucian batin. Dalam kitab suci Alquran disebutkan bahwa para wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati, dan bahwa bagi mereka berita gembira di kehidupan dunia dan (di kehidupan) akhirat… (QS Yunus [10]: 62 , 64).
Orang yang telah mencapai maqam kewalian sepenuhnya mencintai dan terhubung kepada Allah. Buah keadaan ini adalah perilaku yang sopan dan kepribadian yang hangat. Inilah karunia Ilahi yang dianugerahkan kepadanya. Rasulullah saw. bersabda, “Perhatikanlah akhlak Allah dan berperilakulah sesuai dengannya.” Pada tingkatan ini, seseorang telah menghapuskan sifat-sifat duniawinya yang fana dan menyatu dengan sifat-sifat Ilahi. Dalam hadis qudsi, Allah berfirman:
Jika Aku mencintai hamba-Ku, Aku menjadi matanya, telinganya, lidahnya, tangannya, dan kakinya. Dia melihat melalui Aku, dia mendengar melalui Aku, dia berbicara melalui Aku, tangannya menjadi tangan-Ku dan dia berjalan bersama Aku.
Sucikan hatimu dari segala sesuatu dan ingatlah hanya kepada Allah, sebab:
Katakanlah olehmu (Hai Muhammad), telah datang kebenaran dan telah binasa kebatilan. Sesungguhnya kebatilan itu binasa. (QS AL Israa [17]: 81)
Ketika kebenaran datang dan kebatilan binasa, tingkatan wilayah menjadi sempurna.
Huruf keempat, f, merupakan singkatan dari kata fana’, peniadaan diri. Diri yang batil dan keakuan luruh musnah ketika sifat-sifat Ilahi memasuki jiwa seseorang. Keakuan digantikan oleh keesaan.
Pada hakikatnya, kebenaran akan selalu ada, tak pernah hilang ataupun surut. Pemusnahan yang dimaksudkan di sini adalah bahwa seorang mukmin menyadari dan menyatu dengan zat yang telah menciptakannya. Ketika berada bersama-Nya, ia menerima keridhaan-Nya: wujud manusia yang fana menemukan eksistensinya dengan menyadari hakikat yang kekal: Segala sesuatu musnah kecuali zat-Nya…(QS Al Qashash [28]: 88)
Hakikat-Nya dikenali melalui keridhaan-Nya. Jika kau melakukan sesuatu karena Dia dan diridhai-Nya, berarti kau telah mendekati hakikat-Nya, zat-Nya. Setelah itu, semuanya musnah kecuali Yang Esa; Dia menyatu dengan orang yang diridhai-Nya. Amal saleh adalah ibu yang melahirkan hakikat, yaitu jiwa sejati yang kembali. Alalh berfirman, Kepada-Nya naik perkataan yang baik dan amal yang saleh dinaikkannya (QS Fathiir [35]: 10). Jika seseorang berbuat karena segala sesuatu selain Allah, berarti dia telah menyekutukan Allah. Sebab, ia telah menempatkan seseorang atau yang lainnya di tempat Allah. Menyekutukan Dia adalah dosa yang tak terampuni yang lambat laun akan membinasakan dirinya. Namun, jika diri dan keakuan sirna, ia akan mencapai tingkat kebersatuan dengan Allah, yang dicapai di alam kedekatan kepada-Nya; alam yang dijelaskan oleh Allah dalam firman-Nya:
Sesungguhnya orang yang bertakwa itu…di tempat yang disenangi, di sisi Tuhan Yang Mahakuasa (QS Al Qamar [54]: 54-55)
Alam itu adalah alam hakikat sejati; hakikat segala hakikat; tempat keesaan dan ketunggalan. Itulah alam yang disediakan untuk para nabi, orang yang dicintai Allah dan para kekasih-Nya. Allah bersama orang-orang yang benar. Ketika eksistensi ciptaan menyatu dengan eksistensi yang kekal, eksistensi keduanya menjadi tak terpisahkan. Ketika seseorang telah melepaskan dirinya dari semua ikatan duniawi untuk bersama Allah, niscaya ia akan menerima kesucian yang kekal, yang tak pernah ternodai, dan menjadi salah seorang penghuni surga, mereka kekal di dalamnya (QS Al A’raaf [7]: 42) Mereka adalah orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh (QS Al A’raaf [7]: 42). Namun, Kami tidak memikulkan kewajiban kepada seseorang melainkan sesuai dengan kadar kesanggupannya (QS Al A’raaf [7]: 42). Untuk bisa mencapai tingkat penyatuan seperti itu, dibutuhkan kesabaran dan ketabahan, karena Allah bersama orang-orang yang sabar (QS Al Anfaal [8]: 66)
(Syaikh Abdul Qadir Jailani)
Tobat, Langkah Pertama Menuju Kesempurnaan
Kami telah menjelaskan beberapa maqam dan ahwal ruhani. Ketahuilah, semua maqam ini pada hakikatnya dicapai melalui tobat. Cara tobat hanya dapat diketahui dari orang yang mengetahui caranya dan ia sendiri benar-benar telah bertobat. Tobat yang sungguh-sungguh dan ikhlas merupakan langkah pertama di jalan ruhani.
Ketika orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada rasul-Nya, dan kepada orang yang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. Dan mereka berhak atas kalimat takwa itu, dan patut memilikinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (QS Al Fath [48]: 26)
Maqam takwa memiliki makna yang sama dengan laa ilaaha illallaah: tak ada tuhan, tak ada sesuatu pun – selain Allah. Sebab, orang yang mengetahui hal ini akan takut kehilangan Dia, kehilangan rahmat, cinta dan kasih sayang-Nya, ia takut dan malu melakukan maksiat dan takut akan azab-Nya. Jika seseorang belum mencapai tingkatan ini, ia harus mencari orang yang benar-benar telah dianugerahi oleh Allah rasa takut kepada-Nya.
Sumber yang melahirkan kata-kata ini harus disucikan dan dibersihkan dari segala sesuatu selain Allah. Orang yang menerimanya harus mampu membedakan antara kata-kata orang yang berhati suci dengan kata-kata orang awam. Ia juga harus memahami bagaimana kata itu diucapkan, karena kata-kata yang terdengar sama mungkin saja memiliki arti yang jauh berbeda. Mustahil kata yang muncul dari sumber yang suci akan bermakna sama dengan kata-kata yang muncul dari sumber lainnya.
Hati hanya akan hidup jika dia menerima benih tauhid dari hati yang hidup, karena benih semacam itu merupakan benih yang sehat dan hidup. Tak ada sesuatu pun yang dapat tumbuh dari benih yang kering dan mati. Kalimat laa ilaaha illallaah disebutkan sebanyak dua kali dalam Alquran:
Sesungguhnya dahulu apabila dikatakan kepada mereka “laa ilaaha illallaah”, mereka menyombongkan diri dan berkata, “Apakah sesungguhnya kami harus meninggalkan sembahan-sembahan kami?” (QS Ash Shaffaat [37]: 35-36)
Inilah tingkatan kaum awam. Bagi mereka, wujud lahir – termasuk eksistensi lahiriah mereka – adalah Tuhan.
Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat tinggalmu (QS Muhammad [47]: 19)
Firman Allah ini menjadi petunjuk bagi kaum mukmin sejati yang takut kepada Allah.
Hadhrah Ali r.a. meminta Rasulullah untuk mengajarinya jalan keselamatan yang paling mudah, paling bermakna dan paling tepat. Rasulullah saw. menunggu Jibril a.s. membawa jawaban dari Allah SWT. Akhirnya ia datang dan mengajari Rasulullah saw. untuk mengucapkan “laa ilaaha – Tidak ada tuhan” seraya memalingkan wajahnya ke kanan, dan mengucapkan “illallaah” – “kecuali Allah” seraya memalingkan wajahnya ke kiri, ke arah hatinya yang suci. Ia mengulanginya tiga kali. Rasulullah saw. sendiri mengulanginya sebanyak tiga kali, begitu pun ketika mengajarkannya kepada Hadhrah Ali r.a., yang kemudian mengajarkan kalimat tauhid itu kepada para sahabatnya. Hadhrah Ali r.a. adalah orang pertama yang memintanya dan diajari oleh Rasulullah.
Suatu hari, sepulangnya dari sebuah perang besar, Rasulullah saw. bersabda kepada para pengikutnya, “Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang lebih besar.”, yaitu jihad melawan nafsu dan syahwat. Itulah makna kalimat tauhid. Dalam hadis lainnya Rasulullah bersabda, “Musuh terbesar kalian berada di bawah tulang rusuk kalian.”
Cinta Ilahi takkan hidup memenuhi hatimu kecuali jika sang musuh, yakni nafsu, telah binasa dan meninggalkanmu.
Agar cinta Ilahi dapat menempati hatimu, pertama-tama kau harus menyucikan dirimu dari hawa nafsu yang menyuruh seluruh wujudmu kepada kejahatan. Setelah itu kau akan memiliki kesadaran meskipun tak sepenuhnya bersih dari dosa. Kau akan memiliki rasa bersalah. Namun, perasaan itu tidak cukup. Kau harus melewati tangga itu menuju maqam penyingkapan hakikat, baik hakikat kebaikan maupun keburukan. Setelah itu, kau akan berhenti melakukan maksiat untuk hanya melakukan kebaikan. Dengan demikian, kau telah menyucikan dirimu. Untuk melawan hawa nafsu, perangilah dulu nafsu hewanimu – sifat rakus, tidur yang berlebihan, kelalaian – dan perangilah sifat hewan buas dalam dirimu: sifat buruk, amarah, keras dan kejam. Lalu jauhkanlah dirimu dari kebiasaan jahat hawa nafsu: bersifat angkuh, sombong, iri, dendam, tamak, dan semua penyakit lahir maupun batin. Dengan menempuh langkah-langkah itu berarti kau telah melakukan pertobatan yang sebenarnya dan telah menyucikan dirimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang bertaubat dan menyukai orang yang menyucikan diri (Al Baqarah [2]: 222)
Pertobatan tidak membutuhkan penyesalan semu. Sebab, begitu banyak orang yang bertobat namun tobat mereka tidak diterima, sebagaimana firman Allah: Seberapa sering pun mereka bertobat, mereka tidaklah sungguh-sungguh bertobat, dan tobat mereka tidak diterima. Penegasan ini mengacu pada perilaku banyak orang yang sekedar mengungkapkan penyesalan tanpa menyadari kesalahan mereka, dan tidak memiliki tekad yang kuat untuk tidak melakukan dosa lagi, atau bahkan ia tetap saja tenggelam dalam lumpur dosa. Itulah tobat kaum awam, tobat lahiriah, yang sama sekali tidak berpengaruh pada penyebab dosa. Mereka laksana orang yang ingin menghilangkan rumput dengan memotongnya, bukan mencabut akarnya. Cara itu hanya semakin menyuburkan rumput. Orang yang bertobat seraya menyadari kesalahannya dan penyebabnya adalah seperti orang yang mencabut rumput itu hingga ke akar-akarnya. Alat yang digunakan untuk mencabut rumput itu adalah ajaran ruhani yang diterimanya dari guru sejati. Seseorang harus membersihkan tanah sebelum menanami ladang.
Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berpikir (QS Al Hasyr [59]: 21)
Kecuali orang yang bertobat, beriman dan mengerjakan amal saleh, kejahatan mereka akan diganti oleh Allah dengan kebaikan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al Furqaan [25]: 70)
Ketahuilah, salah satu tanda diterimanya taubat adalah ketika seseorang tidak legi melakukan dosa yang sama sepanjang hidupnya.
Tobat terbagi dalam dua macam, yaitu tobat orang awan dan tobat orang mukmin yang ikhlas. Orang awam berharap meninggalkan kejahatan menuju ketaatan dengan cara mengingat Allah serta berusaha keras meninggalkan hawa nafsu dan menaklukkan hasrat. Ia harus melawan nafsu yang selalu memberontak terhadap ajaran-ajaran Allah. Itulah tobat kaum awam, yang mungkin dapat menyelamatkannya dari neraka dan memasukkannya ke surga.
Tobat seorang mukmin yang ikhlas, hamba sejati Allah, jauh berbeda. Mereka telah mencapai maqam makrifat, yang jauh lebih mulia daripada keadaan terbaik seorang awam. Sebenarnya, tidak ada lagi anak tangga yang bisa mereka naiki, karena mereka telah mencapai kedekatan kepada Allah. Mereka telah meninggalkan kesenangan duniawi dan tengah merasakan kelezatan alam ruhani – nikmat kedekatan dan keintiman dengan Allah, kenikmatan menatap zat-Nya dengan mata kebahagiaan.
Pemahaman kaum awam bersifat duniawi. Kesenangan mereka terletak pada kenikmatan lahiriah. Sekalipun manusia secara lahiriah dan semesta lahiriah pada hakikatnya merupakan realitas semu yang menyesatkan, kenikmatan itu merupakan kenikmatan terbaik yang dapat mereka rasakan.
Ini sesuai dengan ujaran yang menyatakan bahwa “Keberadaanmu adalah dosa besar, begitu besarnya sehingga dosa-dosa lain menjadi kecil.” Orang bijak sering mengatakan bahwa amal baik seseorang yang tidak mencapai tingkat kedekatan kepada Allah tidaklah lebih baik daripada kesalahan orang yang dekat kepada-Nya. Karena itu, Rasulullah saw., panutan kita dan orang yang suci dari dosa, mengajari kita cara memohon ampunan atas dosa-dosa tersembunyi yang selama ini kita anggap sebagai amal saleh. Bahkan ia sendiri memohon ampunan sebanyak seratus kali dalam sehari. Allah SWT. memerintahkan Rasulullah untuk memohon ampunan atas dosa-dosamu dan untuk orang-orang yang beriman, laki-laki maupun perempuan. (QS Muhammad [47]: 19). Ia adalah nabi yang menjadi teladan bagi kita dalam pertobatan. Ia mengajari kita untuk memohon kepada Allah agar Dia menghapuskan hawa nafsu, keegoan dan semua sifat buruk kita. Inilah tobat sejati.
Menyesal berarti meninggalkan segala sesuatu kecuali zat Allah, dan ingin kembali kepada-Nya, kembali kepada tanah air kedekatan kepada-Nya, serta melihat wajah-Nya. Rasulullah saw. menjelaskan penyesalan semacam itu melalui sabdanya, “Ada hamba sejati Allah yang jasad mereka di sini namun hati mereka berada tepat di bawah Arsy Allah.” Hati mereka berada di langit kesembilan, di bawah Arsy. Itulah tingkatan terbaik yang dapat dicapai seorang hamba, karena di dunia yang hina ini mustahil seseorang dapat melihat zat-Nya. Di dunia ini, yang dapat dilihat hanyalah manifestasi sifat-sifat ketuhanan-Nya, yang dipantulkan pada cermin suci hati yang ikhlas. Ini sesuai dengan ucapan Sayidina Umar r.a., “ Hatiku melihat Tuhanku dengan cahaya Tuhanku.” Hati yang suci merupakan cermin tempat keindahan, karunia dan kesempurnaan Allah dipantulkan. Keadaan ini kadang-kadang juga disebut “wahyu”, yakni penyampaian sifat-sifat Tuhan.
Untuk mencapai tingkatan itu, serta untuk membersihkan dan menerangi hati, dibutuhkan seorang guru yang telah matang, yang telah mencapai maqam penyatuan dengan Allah, dan yang dimuliakan oleh semua orang, di masa lalu maupun sekarang. Ia telah mencapai maqam kedekatan kepada Allah dan telah diutus kembali oleh Allah ke dunia ini untuk menyempurnakan orang-orang yang berhak namun belum berhasil.
Untuk menjalankan tugas suci ini para wali Allah itu harus mengikuti jalan Rasulullah saw. dan meneladaninya meskipun tugas mereka berbeda dengan tugas para nabi a.s. Jika para nabi diutus untuk menyelamatkan kaum awam sekaligus kaum mukmin yang ikhlas, para wali diutus hanya kepada sekelompok orang, bukan kepada semua orang. Jika para nabi diberi kebebasan utuh dalam mengemban tugas, para wali harus mengikuti jalan dan teladan Nabi saw.
Bahkan, jika ada seorang guru yang mengaku telah diberi kebebasan dan menganggap dirinya sama dengan seorang nabi, berarti ia kafir. Sabda Rasulullah saw. bahwa para sahabatnya yang saleh laksana para nabi di kalangan Bani Israil harus dipahami secara berbeda. Ketahuilah, para nabi yang datang setelah Musa a.s. semuanya mengikuti ajaran Musa a.s. tidak membawa ajaran baru. Mereka mengikuti hukum yang sama. Begitu pula para saleh di kalangan umat Muhammad saw. Mereka bertugas untuk mengajari manusia untuk bersikap ikhlas dan mengikuti ajaran Rasulullah saw. Meskipun dengan cara dan ketentuan yang mungkin baru dan berbeda. Hukum yang diajarkan mesti mengacu kepada hukum Rasulullah saw. seraya menjadi teladan bagi murid-murid mereka dalam amal saleh dan kebaikan. Mereka mendorong murid-murid mereka untuk mengamalkan ajaran agama serta menunjukkan kebahagiaan dan keindahannya. Tugas utama mereka adalah membimbing para pengikut mereka untuk menyucikan hati, yang merupakan tempat untuk membangun monumen ilmu.
Dalam menjalankan tugas tersebut mereka meneladani murid-murid Rasulullah saw. yang disebut Ahlu Shufah, yang telah meninggalkan kesenangan duniawi demi keridhaan dan kedekatan kepada Allah dan rasul-Nya. Mereka menyampaikan kabar persis seperti yang mereka terima langsung dari mulut Rasulullah saw. Saking dekatnya kepada Rasulullah saw. mereka mencapai tingkatan ruhani yang tinggi sehingga dapat berbincang mengenai rahasia mi’raj Nabi saw. bahkan sebelum beliau mengungkapkan rahasia ini kepada para sahabatnya.
Kedekatan mereka kepada Rasulullah serupa dengan kedekatan Rasulullah kepada Allah SWT; mereka memegag teguh amanat berupa ilmu Allah yang dianugerahkan kepada mereka. Mereka adalah pengemban sebagian tugas kenabian, dan batin mereka aman sentosa di bawah perlindungan langsung Rasulullah saw.
Tidak semua orang berilmu dapat mencapai tingkatan itu. Orang yang telah mencapainya lebih dekat kepada Rasulullah saw. daripada kepada anak-anak dan istri mereka sendiri. Mereka menjadi anak-anak ruhani Rasulullah saw. Mereka adalah pewaris sejati Rasulullah saw. Putra sejati mewarisi hakikat dan rahasia ayahnya, baik dalam wujud lahir maupun wujud batinnya. Rasulullah saw. menyebutkan rahasia ini sebagai “…ilmu khusus laksana harta tersembunyi yang hanya dapat ditemukan oleh orang yang mengenal zat Allah. Tetapi, ketika rahasia itu diungkapkan, orang yang sadar dan ikhlas tak ada yang mengingkarinya.”
Ilmu itu diberikan kepada Rasulullah saw. pada malam Isra dan Mi’raj. Rahasia itu tersembunyi pada dirinya di balik 30 tabir. Ia tidak membukanya kecuali kepada para murid yang paling dekat kepadanya. Islam akan kokoh hingga hari kiamat berkat keberkahan dan rahmat rahasia ini.
Seseorang dapat mencapai rahasia tersebut dengan pengetahuan batin mengenai apa yang tersembunyi. Berbagai macam ilmu lainnya, begitu pula seni dan keterampilan duniawi hanyalah bungkus bagi ilmu batin itu. Meski demikian, orang yang menguasai ilmu-ilmu “bungkus” itu boleh berharap bahwa suatu hari ia akan mendapatkan isinya. Sebagian mereka hanya mengetahui apa yang wajib dimiliki manusia dan sebagian lainnya hanya mengetahui apa yang dapat menyelamatkannya dari kesesatan. Kendati demikian, ada juga di antara mereka yang menyeru manusia kepada Allah dengan nasihat yang baik. Dari kelompok terakhir itu ada yang mengikuti jalan Nabi Muhammad saw. dan dibimbing memasuki pintu ilmu, yaitu Hadhrah Ali r.a. – pintu bagi orang-orang yang diundang oleh Allah SWT:
Seluruh (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (QS An Nahl [16]: 125)
Ada kesamaan antara ucapan dan maksud batin mereka. Perbedaan hanya terjadi pada hal-hal kecil dan cara pengungkapannya.
Sebenarnya, ada tiga makna yang dapat ditarik dari ayat tersebut, yang juga merupakan tiga cara pencapaian ilmu – yang diamalkan secara berbeda, namun semuanya menyatu dalam hadis Rasulullah saw. Ilmu dibagi ke dalam tiga bagian, sebab tak seorang pun yang dapat mengemban, apalagi mengamalkan seluruh isi ilmu itu. Bagian pertama terkandung pada penggalan ayat: serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah. Bagian ini berhubungan dengan makrifat, hakikat, dan awal segala sesuatu. Pemiliknya harus, mengikuti teladan Rasulullah saw., mengamalkan ilmunya. Bagian ini hanya diberikan kepada orang yang jujur dan berani, pejuang ruhani yang akan membela kedudukannya dan berjihad menjaga ilmu itu. Rasulullah saw. menjelaskan keadaan kelompok ini dalam sabdanya: “Usaha sungguh-sungguh yang dilakukan orang yang jujur dapat menguncangkan gunung.” Kata ‘gunung’ dalam hadis itu berarti beratnya hati sebagian orang. Doa mereka akan dikabulkan. Apa pun yang mereka inginkan, akan terjadi; jika mereka menghendaki musnahnya sesuatu, ia akan musnah.
Dia memberikan hikmah kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa dikaruniai hikmah maka dia telah dikaruniai kebaikan yang banyak (QS Al Baqarah [2]: 269)
Bagian kedua adalah ilmu lahir yang disebutkan dalam Alquran sebagai ‘dakwah yang baik’. Inilah bungkus makrifat. Orang yang menguasainya menyerukan kebaikan, mengajarkan amal baik, dan menjauhkan manusia dari segala larangan Allah. Orang yang berilmu akan menyeru dengan baik dan santun, sedangkan orang bodoh mengajar dengan kasar dan amarah.
Bagian ketiga berkaitan dengan penataan urusan duniawi manusia. Itulah kulit ilmu agama, yakni bungkus makrifat. Bagian ini diperuntukkan bagi orang-orang yang mengatur manusia: keadilan atas manusia serta pemerintahan manusia atas manusia. Bagian akhir ayat itu menjelaskan tugas mereka: dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Orang yang termasuk kelompok ini merupakan manifestasi sifat Allah al-Qahhaar, Yang Mahaperkasa. Tugas mereka adalah memelihara ketertiban di tengah manusia sesuai dengan hukum Allah. Ilmu bagian ketiga ini melindungi ilmu lahir, seperti bungkus melindungi kulit. Ilmu lahir, yang merupakan kulit, melindungi isinya, yaitu ilmu batin – hakikat ilmu dan benih sumber kehidupan.
Rasulullah saw. memberi nasihat, “Sering-seringlah menyerai orang bijak dan taatilah pemimpinmu yang adil. Allah SWT menghidupkan hati yang mati dengan ilmu sebagaimana Dia menghidupkan tanah yang mati dengan tumbuhan melalui hujan yang diturunkan-Nya.” Ia juga bersabda”Ilmu adalah harta yang hilang bagi orang yang beriman. Ia akan mengambilnya di mana saja ia temukan.”
Bahkan, kata-kata kaum awam turun dari Lauh Mahfuzh. Takdir yang meliputi semua kejadian sejak permulaan hingga akhir. Lauh itu dijaga di alam akal kausal. Namun, kata-kata diucapkan sesuai dengan derajat seseorang. Kata-kata orang yang telah mencapai tingkatan hakikat bersumber langsung dari alam tinggi itu, alam kedekatan dengan Allah, tanpa perantara.
Ketahuilah, semua kehendak kembali kepada sumbernya. Hati, sang hakikat, harus dibangkitkan, dihidupkan untuk menemukan jalan kembali kepada sumber Ilahinya. Ia harus mendengarkan seruan. Setiap orang harus menemukan seseorang yang menyampaikan seruan itu kepadanya. Dialah guru sejati. Ini merupakan fardhu ‘ain, kewajiban individual, sesuai dengan sabda Rasulullah saw., “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim, laki-laki maupun perempuan.” Ilmu itu adalah tingkatan ilmu yang tertinggi, makrifat, yang akan membawa seseorang menuju sumbernya, yaitu hakikat. Ilmu lainnya hanya diperlukan sesuai dengan kegunaannya. Misalnya, untuk kepentingan nafsu, manusia memerlukan ilmu duniawi. Allah meridhai orang yang meninggalkan hasrat duniawi, karena semua kenikmatan dunia merupakan perintang dalam perjalanan seseorang menuju Allah.
Katakanlah, “Aku tidak meminta sesuatu pun kepadamu atas seruanku kecuali kasih sayang dalam kekeluargaan.” (QS Asy Syuraa [42]: 23) [[]
(Syaikh Abdul Qadir Jailani)
Sunday, July 29, 2012
Meloncat Dari Satu Situasi Ke Situasi Lain
“Janganlah kalian berjalan dari satu situasi kepada situasi lain, agar kalian tidak seperti keledai penggilingan. Ia berjalan, tetapi jalan yang dilaluinya adalah jalan yang sudah dilewatinya. Tetapi berangkatlah dari situasi ke arah yang menciptakan situasi. Sesungguhnya kepada Tuhan jua berakhirnya semua persoalan.”
Berangkat dari satu situasi kepada situasi lain dalam ibadah tidak dibenarkan. Beramal untuk memperoleh pangkat, derajat, ketenaran, kehebatan, termasuk melaksanakan ibadah tidak karena Allah semata. Sebab perbuatan ini, terkaitnya amal dengan kepentingan pribadi yang sangat dominan. Adapun beramal seperti ini disebut seperti orang yang berjalan ke satu arah, akan tetapi ia menghendaki pula menuju arah lain.
Ia tidak istiqamah dalam ibadah. Ia beramal, sebenarnya agar mendapat pahala dan keridhaan dari Allah, akan tetapi di samping itu ia masih juga berharap agar diketahui manusia dan mendapat kehormatan sebagai orang saleh atau orang dermawan. Ia berpindah niat ikhlas kepada niat riya’. Beramal yang hakiki sifatnya adalah amal ibadah semata-mata ditujukan kepada Allah Al Wahidul Qahhar, seperti firman Allah dalam surat An Najm ayat 42, “Sesungguhnya kepada Tuhanmu berakhirnya segala yang dikehendaki.”
Keikhlasan ibadah yang ditujukan semata-mata karena Allah, adalah tauhid yang sesungguhnya. Karena hanya Allah yang mengetahui segala sesuatu. Tujuan akhir semua amal dan ibadah, tidak lain adalah ridhanya Allah Ta’ala. Sehingga dengan ridha itu, segala macam pahala tidaklah mempengaruhi amalan seorang hamba mencapai ridha Allah Ta’ala. Ridha Allah melebihi surga yang disediakan Allah kepada orang beriman. Mendapatkan ridha Allah dalam hidup duniawi dan hidup ukhrawi telah melebihi surga yang dijanjikan oleh Allah SWT. Ridha Allah Ta’ala adalah puncak dari hubungan hamba dengan Allah Maha Pemelihara Alam semesta.
Seorang muslim tidak menginginkan amal ibadahnya sia-sia. Oleh karena itu ibadah yang dilaksanakan, ditujukan semata-mata untuk Allah belaka. Ibadah dengan niat dan kehendak lain, tidak hanya mengurangi nilai ibadah itu sendiri, akan tetapi akan menjadi ibadah yang sia-sia.
Perhatikan sabda Nabi Muhammad saw., “Barangsiapa yang berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya (tidak kepada selain itu), maka hijrahnya itu akan menemukan Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi siapa yang berhijrah untuk mendapatkan keduniaan, atau untuk mendapatkan perempuan yang ingin diperistrinya, maka ia akan mendapatkan seperti apa yang diniatkan itu juga.” Memahami hadis Rasulullah saw. ini, jelas bahwa tiap-tiap perkara yang diamalkan banyak bergantung pada niat orang yang mengamalkan.[]
(Syaikh Ibnu Athaillah)
Jangan Meremehkan Amal
“Tidak ada amal yang lebih diharapkan memperoleh pahala daripada amal yang engkau lihat sangat enteng dan engkau anggap remeh keberadaannya.”
Keadaan amalnya orang yang beramal berpengharapan bagi pembentukan jiwa manusia dan diharapkan diterima oleh Allah Ta’ala, adalah amal yang gaib (ia tidak tahu bahwa ia telah berbuat kebaikan). Ia lebih percaya bahwa suatu amal itu hanya bisa dilaksanakan apabila mendapat izin dari Allah Ta’ala. Ia juga yakin bahwa amal apa pun hanya bisa terwujud baik yang berkaitan langsung kepada Allah, atau yang berkaitan dengan manusia, tidak akan ada apabila belum mendapat izin dari Allah Ta’ala. Seorang hamba dalam perwujudan kerja dan cita-citanya tidak boleh hanya berharap dari amalnya saja. Amal tidak boleh dipergunakan sebagai alat untuk memperoleh kehendak nafsu duniawi, untuk mencari pangkat, keuntungan dagang, atau kepentingan pribadi lainnya.
Seorang mukmin sejati beramal semata-mata karena Allah, tidak karena ada maksud lain di balik amal yang ia wujudkan bagi hubungannya dengan Allah SWT. Seorang hamba wajib melaksanakan amal itu secara kontinyu dalam bentuk apapun dan tidak merasa bosan karena sesuatu dalam mewujudkan hubungannya dengan Allah Ta’ala.
Amal dan ibadah itu adalah suatu kewajiban yang dikerjakan secara sirri (Secara diam-diam, tidak dinampakkan) karena kuatir dihinggapi mendatang sifat riya. Beramal (umpamanya berinfak), disampaikan ibarat tangan kanan memberi, tangan kiri tidak melihat (amalan yang dirahasiakan kepada manusia dan kepada diri sendiri), itulah yang lebih utama. Beramal bagi orang yang arif dituntut hati yang ikhlas, tidak perlu dihitung-hitung dan diingat-ingat. Amal yang sudah dipersembahkan kepada Allah adalah semata-mata karena Allah belaka, jangan diingat-ingat dan dikenang lagi. Kalau masih diingat-ingat juga, maka amal tersebut menjadi amal yang riya atau membanggakan amal. Amal seperti ini, adalah amal yang tidak diragukan kebenaran niatnya. Amal yang telah diterima oleh Allah adalah amal yang sudah dilupakan oleh yang beramal dan dilupakan oleh orang lain. Terputus dari ingatannya semua amal yang pernah dikerjakan. Itulah amal dari para salihin dan siddiqin.
Amal saleh hamba Allah hendaklah dipelihara kebaikannya dan diselamatkan dari kotoran yang melekat dari kehendak hawa nafsu manusia dari ujub dan riya. Semua kebaikan itu adalah milik Allah, karena Ia Maha Baik, Maha Indah, Maha Sempurna. Ia yang Maha Kuat, Maha Berkuasa, dan Maha Meliputi seluruh kekuasaan dan kekuatan yang ada pada manusia. Manusia menerima kebaikan itu dari Allah yang maha Suci, maka hendaklah ia memelihara dan mensucikan kebaikan-kebaikan itu. Allah SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Fatir ayat 10, bahwa Allah jua pemilik kekuaasan dan kemuliaan itu semua. Sedangkan perbuatan dan kata-kata kebaikan yang dikerjakan dan diucapkan manusia, terangkat kepada Allah. Itulah amal haq yang terangkat dengan penuh kehormatan ke sisi Allah SWT dan diterima oleh-Nya. Amal yang diterima oleh Allah itulah yang akan menyelamatkan manusia di dunia dan akhirat.
Jangan engkau anggap enteng amal yang telah engkau kerjakan dengan tulus dari hatimu yang murni, tanpa kehendak selain dari kasih sayang dan ridha Allah semata. Sekecil apapun amal yang telah dipersembahkan kepada Allah dan manusia, semuanya adalah kebaikan yang diangkat kepada Allah, dan menjadi kemuliaan dirimu di sisi-Nya.
Kadang-kadang amal kebaikan yang kecil itu juga, yang kita anggap enteng, akan memberi kehormatan besar, dan memberi keselamatan bagi kebaikan manusia. Kadang-kadang pula amal yang kita banggakan dan sangat banyak, apalagi menjadi sebutan manusia, bisa jadi tidak memberi manfaat, dan kadang-kadang pula menjadi fitnah.
Perhatikan semua amal ibadah yang diajarkan Rasulullah saw. dengan penuh perhatian, dengan rasa khusyu dan tawadhu, kerjakan menurut kemampuan. Jangan memborong amal itu karena ingin dikenal sebagai orang alim dan saleh. Kerjakanlah amal yang menurut pengetahuan kita sesuai dengan ajaran dan sunah Nabi saw., dengan penuh keyakinan dan keikhlasan. Itulah tuntutan yang benar, dan sunah yang patut diikuti.
Untuk menyelamatkan amal ibadah manusia dari ujub dan riya, Allah memberi penangkal yang gunanya menghindarkan manusia dari maksud dan hawa nafsu duniawi dan keinginan yang merusak amal ibadah. Penangkal itu dinamakan “Al Warid”. Apkah Al Warid itu? Al Warid adalah nurullah yang memantul ke dalam batin orang-orang arifin, salihin dan shidiqqin yang tinggi makrifatnya sehingga menjadi kekuatan luar biasa yang dapat menjadi perisai yang mampu menghancurkan semua godaan dan nafsu duniawi. Sinar yang masuk ke dalam hati manusia yang berupa nur Ilahiyah yang sangat halus, lalu menjadi benteng pertahanan bagi iman yang bertahta dalam hati anak Adam, sehingga manusia keluar dari wujud manusia dengan hawa nafsu duniawiyah, memasuki ruhaniyah yang tinggi berupa makrifat pada maqam Rabbaniyah yang sangat halus (latifah ruhya) dalam batas-batas manusia sebagai hamba Allah. Basirah ruhaniyah yang ada dalam dadanya mampu menepis tabis yang menutup mata kepala manusia, sehingga rahasia-rahasia yang tersembunyi dari pandangan mata manusia dapat dilihat oleh basirah (mata hati yang terang), karena tersiram oleh nurullah. Tabir yang tersingkap itu, telah membuka basirah manusia sehingga mampu pula ia mendobrak semua pengaruh dan godaan duniawi yang biasanya menjadi penghalang bagi manusia yang ingin memasuki maqam makrifat yang lebih tinggi. Makrifat yang telah mencapai nurullah itu mampu mentransparasi alam gaib dengan kekuatan Al Warid tadi.[]
(Ibnu Athaillah)
Ucapan Tanpa Amal
Kepada seluruh penduduk negeri ini, sadarilah bahwa sesungguhnya banyak sekali ditengah-tengah kalian kemunafikan, tetapi sedikit sekali keikhlasan; banyak sekali kata-kata tanpa pengamalan. Padahal, perkataan tanpa pengamalan tidaklah berarti apa-apa, bahkan ia akan menjadi hujjah, bukan dalih. Perkataan tanpa pengamalan ibarat rumah tanpa daun pintu dan tanpa penjaga; ibarat kekayaan yang tidak dibelanjakan. Ia hanya klaim tanpa bukti, gambar tanpa ruh, patung yang tidak memiliki dua tangan, tanpa kedua kaki, dan tanpa perut. Sebagian besar amalmu seperti jasad tanpa ruh. Ruhnya adalah ikhlas, tauhid, keteguhan memegang kitab Allah ‘Azza wa Jalla dan Sunnah Rasul-Nya.
Janganlah berlaku lalai. Berbaliklah agar engkau sukses. Kerjakanlah perintah dan jauhilah larangan serta terimalah takdirmu. Hati sekelompok orang di antara manusia merasakan agungnya kelembutan, penyaksian dan kedekatan dengan-Nya. Karena itu mereka tidak merasakan sakitnya takdir dan bencana, sehingga berakhirlah hari-hari penderitaan dan mereka tidak mempedulikannya. Kemudian mereka memuji Allah SWT dan bersyukur kepada-Nya.
Ketahuilah bahwa berbagai bencana telah menimpa umat manusia sebagaimana telah menimpa kalian semua. Kemudian di antara mereka ada orang yang sabar; di antara mereka pula ada yang terhindar dari bencana it dan juga sikap sabar menghadapi bencana itu. Kemudaratan ada pada saat lemah iman; ketika seseorang masih sebagai anak kecil. Sikap sabar ada ketika dia menjadi pemuda. Sikap menerima ada tatkala dia balig. Sikap ridha ada tatkala dia dekat. Dia melihat Allah dengan ilmunya. Kegaiban dan kefanaan ketika adanya hati dan menyendiri bersama Allah ‘Azza wa Jalla adalah keadaan penyaksian dan percakapan. Batinnya fana, keberadaannya fana, dan dia lenyap dari makhluk lalu ditemukan di sisi Allah. Dia menghilang dan hanyut sehanyut-hanyutnya. Kemudian, apabila Allah menghendaki, Dia akan membangkitkan dirinya. Apabila Dia berkehendak untuk mengembalikannya, Dia akan mengembalikan beserta seluruh kehanyutan dan keterpisahannya; sebagaimana bersatunya kembali berbagai jasad makhluk pada Hari Kiamat setelah hancur dan tercerai-berai. Dia menghimpun kembali tulang-tulang mereka, daging dan perasaan mereka. Kemudian memerintahkan kepada malaikat Israfil untuk meniupkan ruh ke dalamnya. Ini benar-benar terjadi pada segenap makhluk. Sementara bagi sekelompok orang, Allah mengembalikan mereka tanpa perantara; dengan pandangan yang menghancurkan mereka dan dengan pandangan yang mengembalikan mereka.
Syarat cinta adalah engkau punya keinginan bersama Zat yang kau cintai. Engkau tidak dipalingkan dari-Nya, baik oleh dunia, akhirat, ataupun makhluk. Kecintaan kepada Allah SWT bukanlah sesuatu yang enteng sehingga bisa diklaim oleh setiap orang. Betapa banyak orang yang mengklaim cinta kepada Allah tetapi justru jauh dari-Nya? Betapa banyak orang yang tidak mengklaim cinta kepada Allah tetapi justru ada di sisi-Nya?
Janganlah meremehkan seorang Muslim pun, sebab berbagai rahasia Allah tersebar pada mereka. Bersikaplah tawadhu’, dan jangan berlaku takabur atas hamba-hamba Allah. Sadarilah kelalaianmu. Sebab, engkau tidak lain kecuali berada dalam kelalaian yang sangat parah; seolah-olah shirath benar-benar telah terperikan dan tergambarkan pada dirimu dan seolah-olah engkau telah melihat tempatmu di surga. Ini sebuah keterperdayaan yang sangat luar biasa.
Setiap orang di antara kalian sesungguhnya telah bermaksiat kepada Allah dengan melakukan kemaksiatan yang besar. Akan tetapi, dia tidak pernah memikirkan hal itu dan tidak pula bertobat. Dia malah menyangka bahwa semua itu telah dilupakan. Padahal semua itu tertulis di dalam lembaran-lembaran catatan amal-amal mereka lengkap dengan catatan waktunya. Dia akan diperhitungkan amalnya dan akan disiksa, baik atas dosa kecil ataupun dosa besar yang dilakukannya.
Oleh karena itu, hendaklah orang-orang yang lalai segera menyadari; hendaklah orang-orang yang tidur segera bangun, dan segera meraih rahmat Allah ‘Azza wa Jalla. Barangsiapa yang kemaksiatannya semakin besar dan dilakukan terus menerus serta tidak mau bertobat dan tidak pula mau menyesali diri, berarti sesungguhnya dia telah menghendaki kekufuran.
Kepada pencinta dunia tanpa akhirat dan pencinta makhluk tanpa Khalik, engkau tidak takut selain kepada kefakiran dan tidak mengharap selain pada kekayaan.
Hendaklah engkau menyadari bahwa rezeki itu telah dibagi-bagi; tidak akan bertambah atau berkurang; tidak akan mendahului atau terlambat. Engkau meragukan jaminan Allah SWT. Engkau begitu bernafsu mencari apa yang bukan bagianmu. Hasratmu benar-benar telah menghalangimu dari upaya menyertai para ulama dan dari upaya menyaksikan kebajikan. Engkau takut keuntunganmu akan berkurang dan takut pula rekanmu berkurang.
Hendaklah engkau menyadari, siapakah yang memberi makan kepadamu pada saat engkau berupa janin di dalam kandungan ibumu? Engkau bersandar pada dirimu sendiri dan makhluk; bersandar pada dinar dan dirham; bersandar pada perniagaan; dan bersandar pada penguasa negeri. Padahal, kepada siapa saja engkau bersandar, berarti sandaranmu adalah tuhanmu. Siapa saja yang engkau takuti dan engkau harapkan, berarti dia pun tuhanmu. Siapa saja yang kau lihat baik dalam kemudaratan ataupun kemanfaatan, sementara engkau tidak melihat bahwa Allah SWT berperan, berati dia pun adalah tuhanmu. Kecil kemungkinan engkau akan melihat kabarmu. Allah akan mengambil pendengaran dan penglihatanmu; juga kekuatan dan hartamu; termasuk seluruh sandaranmu selain Allah. Allah juga akan memutus hubungan antara dirimu dan makhluk; atas mengeraskan hati mereka atas dirimu; akan mencabut kedua tangan mereka darimu; akan mencelamu atas kesibukanmu; akan menutup pintu-pintu dari hadapanmu. Dia akan melemparkanmu dari satu pintu ke pintu yang lain. Dia tidak akan memberimu rezeki sesuap atau sebesar atom pun. Apabila engkau berdoa kepada-Nya, maka Dia tidak akan mengabulkan doamu. Semua itu karena perbuatan syirik kepada-Nya; karena kau bersandar kepada selain-Nya; karena pencarianmu akan nikmat selain-Nya; dan karena permintaan tolong dengan semua itu dalam kemaksiatan kepada-Nya. Semua ini telah kau lihat terjadi pada banyak kaum. Sebagian besar terjadi di kalangan orang-orang yang bermaksiat. Di antara mereka terdapat orang yang berupaya memperbaiki dirinya dengan taubat, kemudian Allah menerima taubatnya; Dia melihatnya dengan tatapan rahmat; dan Dia memperlakukannya dengan penuh kemuliaan dan kasih sayang.
Hendaklah manusia bertaubat, baik para ulama, para ahli fikih, orang-orang yang hidup zuhud, ataupun para ahli ibadah. Tidak ada seorang pun di antara kalian semua kecuali membutuhkan pertobatan. Kabarmu ada pada saya di dalam kehidupan dan kematianmu. Apabila awal berbagai urusan terbentuk atas diri saya, akan terbukalah bagi saya akhirnya saat kematianmu. Apabila tersembunyi dari diri saya asal harta salah seorang di antara kalian semua, saya akan menunggu saat keluarnya. Apabila kau mengeluarkan nafkah untuk anak-anak dan keluargamu, untuk orang-orang fakir di antara hamba-hamba Allah, dan untuk berbagai kemaslahatan mahluk, niscaya engkau akan mengetahui bahwa harta itu datang dari yang halal. Apabila keluar atas orang-orang yang jujur yang merupakan orang-orang pilihan Allah, engkau akan tahu bahwa asal dan cara menghasilkannya adalah dengan sikap tawakal kepada Allah SWT dan bahwa ia halal secara mutlak. Saya tidak bersamamu di pasar-pasar. Akan tetapi, Allah ada di antara saya dan hartamu dengan satu dan lain cara.
Kepada anak muda, waspadalah kalau Allah melihat di dalam hatimu ada selain Diri-Nya; waspadalah bahwa Allah melihat di dalam hatimu ada rasa takut kepada selain Diri-Nya, harapan kepada selain-Nya, dan kecintaan selain kepada-Nya. Oleh karena itu, hendaklah engkau berusaha membersihkan hatimu dari selain Diri-Nya. Hendaklah tidak memandang kemudaratan ataupun kemanfaatan kecuali bahwa itu dari Allah. Engkau selalu berada dalam rumah-Nya dan menjadi tamu-Nya.
Kepada anak muda, ingatlah bahwa segala sesuatu yang kau lihat berupa wajah-wajah yang dipoles dan kau cintai adalah cinta yang semu, yang menyebabkanmu dikenai hukuman. Sebab, cinta yang benar yang tidak akan mengalami perubahan adalah cinta kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Dialah Yang seharusnya kau lihat dengan kedua matahatimu. Itulah cinta orang-orang yang benar yang dipenuhi keruhanian. Mereka tidak mencintai dengan keimanan, tetapi dengan keyakinan dan kesaksian. Hijab telah tersingkap dari matahatimu sehingga engkau melihat perkara-perkara yang gaib. Engkau melihat apa yang tidak mungkin dapat mereka jelaskan.
Ya Allah limpahkanlah kepada kami kecintaan kepada Diri-Mu beserta ampunan dan kesehatan.
Bagianmu adalah yang telah dititipkan bagimu di dunia sampai waktu yang telah ditentukan di sisi Allah SWT. Tidak ada seorang pun yang dapat menolaknya untuk tunduk kepadamu pada saat ada izin dari orang yang memilikinya. Bagian itu akan mentertawakan makhluk dan merusak akal mereka, dan memperolok-oloknya; ia mentertawakan orang yang mencari apa yang bukan bagiannya, dan orang yang mencari bagiannya tanpa izin dari Allah ‘Azza wa Jalla.
Apabila kaum Muslim berpaling dari pintu dunia dan menghadap pintu Allah SWT, niscaya dunia akan keluar dan mengikuti mereka. Oleh karena itu, carilah pemahaman dari Allah ‘Azza wa Jalla. Apabila dunia telah menghadap para wali Allah, mereka akan berkata kepadanya, “Pergilah kamu dan tipulah orang selain kami. Kami benar-benar telah mengenal dirimu. Kami sungguh telah melihatmu. Janganlah kamu melintas di antara kami, sebab kami telah mengetahui ihwa dirimu. Jangan kamu berhias di hadapan kami, karena sesungguhnya dinarmu hanya polesan dan perhiasanmu hanya patung cekung dari kayu tanpa ruh. Kamu hanya memiliki tampilan lahiriah tanpa makna; tontonan tanpa identitas.”
Tatkala tampak di hadapan kaum Muslim berbagai cacat dunia, mereka segera lari darinya. Tatkala tampak di hadapan kaum Muslim berbagai cacat makhluk, mereka akan meninggalkannya, menghindar darinya, lari darinya, dan merasa jijik terhadapnya. Mereka lebih banyak akrab dengan gurun sahara, puing-puing bangunan, gua-gua, jin, dan para malaikat penziarah dunia. Datangalah kepada mereka malaikat dan jin dalam satu bentuk dalam yang bukan bentuknya yang asli. Jin dan para malaikat itu menampakkan diri kepada mereka pada waktu-waktu tertentu dalam bentuk orang-orang zuhud dan para rahib suci yang senantiasa kehausan; juga dengan orang-orang yang terasing yang menampakkan diri dalam bentuk apa saja yang mereka kehendaki. Bentuk-bentuk itu di kalangan jin dan malaikat, adalah seperti baju-baju yang bergantung di rumah salah seorang di antara kalian, yang bisa dipakai kapan saja.
Seorang murid sejati di dalam mengharapkan Allah ‘Azza wa Jalla di alam permulaan pencarian-Nya, akan menyempitkan pandangannya terhadap makhluk, mengurangi pendengarannya terhadap kata-kata mereka, dan mengecilkan pandangannya dari sesuatu sekecil apa pun yang merupakan bagian dunia. Dia tidak mampu melihat sesuatu pun dari makhluk-makhluk yang ada. Hatinya senantiasa linglung, akalnya senantiasa gaib, dan matanya senantiasa tajam. Dia senantiasa demikian keadaannya, sehingga dunia meletakkan tangan rahmat di atas kepala hatinya, sehingga ketenangan akan menghampiri dirinya. Ketenangannya akan senantiasa demikian hingga memunculkan bau harum kedekatan (taqarrub) kepada Tuhannya, Allah SWT. Pada saat demikian, keberadaannya, dia akan selaras.
Apabila dia bersikap kukuh di dalam tauhid, keihkhlasan dan makrifat kepada Allah, serta kecintaan kepada-Nya, akan datang kepadanya keteguhan dan keluasan makhluk dari Allah sehingga dia akan mampu memikul beban makhluk tanpa dia sendiri merasa terbebani. Dia akan mendekati mereka, mencari mereka, dan seluruh kesibukannya senantiasa ditujukan untuk kemaslahatan mereka. Dia tidak berpaling dari Allah `Azza wa Jalla, barang sekejap pun. Seorang zahid pemula akan menghindarkan diri makhluk. Sementara orang zahid yang sempurna kezuhudannya tidak akan pernah khawatir terhadap mereka. Dia tidak menghindar dari mereka, namun justru mendekati mereka. Sebab, dia senantiasa berjalan dengan makrifatnya kepada Allah wa Jalla. Siapa saja yang makrifat kepada Allah, dia tidak akan lari dari apapun; tidak juga takut kepada siapapun.
Seorang zahid pemula akan senantiasa menghindari orang-orang fasik dan orang-orang yang gemar berbuat maksiat. Sedangkan orang zahid puncak justru mendekati mereka. Bagaimana mungkin mereka tidak berani mendekati mereka, sementara segala obat bagi mereka telah mereka miliki ? Oleh karena itu, ada pula yang bertutur, “Tidak menertawakanmu di depan di depan orang orang fasik kecuali seorang yang makrifat.”
Barangsiapa yang makrifatnya kepada Allah demikian sempurna. Dia akan menjadi penunjuknya dalam melemparkan jaring untuk berburu makhluk di samudera dunia. Allah akan memberikan kekuatan hingga dapat menghancurkan iblis dan bala tentaranya; mengambil makhluk dari tangan mereka.
Wahai orang yang menyendiri dengan zuhud karena kebodohannya, kemarilah! Dengarlah apa yang saya katakan, “Wahai para zahid di dunia, kemarilah kalian dan mendekatlah kalian kepadaku! Kalian telah duduk dalam khalwat-khalwat tanpa dasar. Apa yang kalian peroleh? Kemarilah, dan pungutlah buah hikmah, agar Allah merahmati kalian. Aku tidak menginginkan manfaat apa-apa dari kehadiran kalian kepadaku, tetapi aku menginginkan manfaat itu untuk kalian.”
Kepada anak muda, ingatlah bahwa engkau perlu kerja, engkau perlu mempelajari pertukangan. Engkau membangun dan sekaligus meruntuhkan ribuan kali hingga engkau menjadi baik. Bangunlah sesuatu yang tidak akan runtuh. Jika engkau rapuh dalam membangun dan meruntuhkan, Allah SWT akan membangunkan bagimu suatu bangunan yang tidak akan runtuh.
Kepada kaum Muslim, kapan engkau mau berpikir? Kapan engkau mau menyadari tujuanmu? Bergabunglah bersama para pencari Allah ‘Azza wa Jalla. Apabila engkau bersama mereka, hendaklah engkau melayani dengan harta dan dirimu. Para pencari Allah yang sejati memiliki banyak tanda yang terpancar jelas di wajah mereka. Akan tetapi, karena pada diri dan batinmu ada banyak kotoran, dan pada pemahamanmu ada penyakit, maka engkau tidak mampu membedakan antara orang-orang yang jujur dan orang-orang zindik; antara perkara-perkara yang halal dan yang haram; antara yang beracun dan yang tidak beracun; antara orang Musyrik dan yang bertauhid; antara orang Mukhlis dan orang Munafik; antara orang yang gemar bermaksiat dan orang yang taat; serta antara orang yang mencari Allah dan orang yang mencari makhluk-Nya. Oleh karena itu, berkhidmatlah kepada para syaikh yang senantiasa mengamalkan ilmunya sehingga mereka mengenalkanmu pada banyak perkara sebagaimana adanya.
Hendaklah bersungguh-sungguh dalam bermakrifat kepada Allah, karena sesungguhnya apabila engkau mengenal-Nya, engkau akan mengenal yang selain-Nya. Oleh karena itu, hendaklah engkau mengenal-Nya dan kemudian mencintai-Nya. Apabila engkau tidak melihat-Nya dengan mata kepalamu, maka lihatlah Dia dengan matahatimu. Apabila engkau memandang nikmat dari-Nya, engkau akan mencinai-Nya dengan segera. Nabi Muhammad saw bersabda, “Cintailah Allah demi apa yang Dia berikan kepada kalian dari nikmat-Nya dan cintailah aku karena kecintaan Allah kepada diriku.”
Hendaklah kaum Muslim menyadari bahwa Allah telah memberikan makanan kepada mereka saat berada dalam perut ibu mereka. Dia kemudian mengeluarkan dari perut itu dan memberi mereka kesehatan, kekuatan dan daya. Dia juga telah melimpahkan kepada mereka ketaatan kepada-Nya dan menjadikan mereka Muslim yang senantiasa mengikuti jejak Nabi-Nya, Muhammad saw., sehingga bersyukur kepadanya dan mencintainya adalah seperti bersyukur kepada Allah dan mencintai-Nya.
Apabila engkau melihat kenikmatan dari Allah, akan hilanglah cinta kepada makhluk dari dalam hatimu. Seorang yang makrifat kepada Allah, yang cinta kepada-Nya, yang senantiasa memperhatikan-Nya dengan matahatinya, yang senantiasa memandang kebaikan dan keburukan dari sisi-Nya; tidak akan menetap pada dirinya sikap memperhatikan siapa saja dari kalangan makhluk yang berbuat baik atau yang berbuat buruk kepadanya. Apabila pada mereka tampak kebaikan, dia akan melihat kebaikan itu karena kehendak Allah semata. Apabila pada mereka tampak keburukan, mereka juga akan memandangnya juga karena semata-mata otoritas Allah ‘Azza wa Jalla. Pandangannya beralih dari memperhatikan makhluk ke arah memperhatikan Khalik. Dia memberikan kepada syariat Allah haknya (untuk dijalani) dan dia tidak mengabaikan hukum-hukum-Nya.
Hati seorang ‘arif senantiasa berpindah dari suatu keadaan ke keadaan lain, sehingga bertambah kuatlah kezuhudannya terhadap makhluk, pengabaiannya terhadap makhluk, dan keberpalingannya dari mereka. Dia senantiasa merindukan pertemuan dengan Allah dan semakin bertambah kuat tawakalnya kepada Allah. Dia tidak punya keinginan untuk mengambil sesuatu dari makhluk. Kalaupun dia mengambil sesuatu dari makhluk, dia mengambilnya melalui tangan Allah ‘Azza wa Jalla. Ikatannya semakin bertambah kuat dan erat antara dirinya dengan makhluk. Lalu ditambah dengan satu ikatan yang lain, yaitu ikatan dari Allah ‘Azza wa Jalla.
Orang yang selalu membutuhkan makhluk dan senantiasa bersekutu dengan mereka, hendaklah bersikap hati-hati akan datangnya kematian, sementara engkau ada dalam naungannya. Allah tidak akan membuka bagi ruhmu. Dia juga tidak akan memperhatikan ruhmu karena kemurkaan-Nya atas setiap orang yang menyekutukan-Nya, yang bergantung pada selain Diri-Nya. Apabila engkau ingin berkhalwat dengan Maulamu, maka hendaklah engkau berkhalwat (menyendiri) dari keberadaan dirimu, pengaturanmu, atau kegelisahanmu.
Engkau berdiri tegak di tempat pertapaan sementara hatimu ada di rumah-rumah makhluk, menunggu kedatangan dan hadiah mereka. Waktumu telah habis sementara gambaran tanpa bentuk ada pada dirimu. Hendaklah engkau tidak menempatkan dirimu pada sesuatu yang Allah tidak menempatkan dirimu padanya; yang tidak datang kepadamu penempatan dari Allah ‘Azza wa Jalla; yang engkau tidak mampu atasnya, tidak juga makhluk. Bila Dia menghendaki sesuatu dari dirimu, Dia akan mempersiapkan untuk hal itu. Jika engkau tidak memiliki batin yang shahih dan hati yang kosong dari selain Allah ‘Azza wa Jalla, maka khalwatmu tidak akan bermanfaat.
Ya Allah, semoga Engkau memberikan manfaat atas apa saja yang kuucapkan dan semoga Engkau memberikan manfaat kepada mereka atas apa yang kuucapkan dan yang mereka dengarkan.[]
(Syaikh Abdul Qadir Jailani)
Amal Shalih
Amal Salih
Nabi saw. bersabda, “Barangsiapa yang berhias untuk manusia dengan apa yang mereka cintai, sementara dia menentang Allah dengan apa yang Dia benci, niscaya dia akan menemui kemurkaan Allah kepadanya.”
Hendaklah engkau mendengarkan ucapan-ucapan kenabian, terutama engkau, wahai kaum Munafik, orang yang menjual akhirat dengan dunia, dan yang menjual Allah Azza wa Jalla dengan makhluk. Dengarkanlah wahai orang yang menjual apa yang kekal dengan apa yang fana. Ingatlah bahwa daganganmu akan merugi dan modalmu akan habis. Celakalah, jika engkau menjerumuskan dirimu kepada murka Allah. Sebab, orang yang berhias untuk manusia dengan apa yang mereka sukai, niscaya Allah akan murka kepadanya. Oleh karena itu, hendaklah engkau menghiasi wujud lahirmu dengan adab syariat dan menghiasi wujud batinmu dengan mengeluarkan makhluk dari dalam hatimu. Tolaklah pintu makhluk dan hancurkanlah mereka dari dalam hatimu, sehingga mereka seolah tidak pernah diciptakan. Engkau tidak akan melihat pada tangan mereka kemudaratan dan kemanfaatan. Sesungguhnya engkau menyibukkan diri dengan upaya menghiasi jasadmu dan meninggalkan usaha untuk menghiasi batinmu. Menghiasi hati adalah dengan tauhid, ikhlas, percaya dan menggantungkan diri kepada Allah Azza wa Jalla, mengingat-Nya dan melupakan yang selain Dia.
Nabi Isa a.s. berkata, “Amal salih adalah yang seseorang tidak suka untuk menanggungnya.”
Kepada orang yang lemah akal, orang yang gila dalam hubungannya dengan akhirat, orang yang berakal dalam hubungannya dengan dunia, ingatlah bahwa akal yang kau miliki tidak akan berguna bagimu. Berjuanglah untuk menghasilkan keimanan, pasti engkau akan menghasilkan keimanan untuk dirimu. Hendaklah engkau bertobat, meminta maaf dan menyesal, serta mengalirkan air matamu. Sebab, menangis karena takut kepada Allah Azza wa Jalla, dapat memadamkan api dosa serta memadamkan api murka Allah Azza wa Jalla. Apabila engkau bertobat dengan hatimu maka sesungguhnya cahaya tobat yang jujur akan bersinar pada wajahmu.
Wahai anakku, hendaklah engkau berjuang dalam menjaga batinmu selama engkau mampu menjaganya. Lalu jika datang kepadamu yang mengalahkan, maka engkau akan terhalang. Sesungguhnya cinta dapat meruntuhkan dinding kegelapan dan menutup dinding malu, dinding wujud, dan dinding untuk melihat makhluk. Orang yang merasa berat memikulnya, akan diperintah untuk mengeluarkannya. Orang yang menanggung beban yang dikalahkan akan bercelak mata dengan tanah dari kakinya. Karena hal itu merupakan sifat hawa nafsu dan sifat hati, sifat makhluk, dan sifat Tuhan. Bersungguh-sungguhlah agar engkau tidak ada, dan Dia tetap ada. Berjuanglah agar engkau tidak bergerak untuk menolak kemudaratan dari dirimu dan bukan untuk mendatangkan manfaat untuk dirimu. Sebab, jika engkau melakukan hal itu, maka Allah Azza wa Jalla akan menampilkan orang yang melayanimu dan menyingkirkan hinaan dari dirimu.
Jadilah engkau bersamanya seperti mayit bersama orang yang memandikannya, dan seperti penghuni gua (ashhaabul-kahfi) dengan Jibril a.s. jadilah engkau bersamanya tanpa mewujud, tanpa memilih dan tanpa mengurus. Pada dasarnya, Dia menetapkanmu di sisi-Nya, di atas kedua kaki keimanan dan hawa nafsumu pada turunnya beban qadha dan qadar-Nya. Iman itu ada dan akan tetap bersama qadar, sedangkan kemunafikan itu kabur. Orang Munafik pada saat melewati hari-hari dan malamnya, akan mejnadi kurus badannya dan menjadi gemuk hawa nafsu serta wataknya; menjadi buta kedua mata batin dan hatinya. Pintu rumahnya ramai dan yang masuk ke rumah itu hancur. Ingatannya kepada Allah Azza wa Jalla dengan lidahnya saja, tidak dengan hatinya. Bencinya hanya karena dirinya, bukan karena Allah. Sementara orang mukmin, ingatnya kepada Allah adalah dengan lidah dan hatinya. Dalam sebagian besar waktunya. Hatinya selalu ingat dan lidahnya diam. Bancinya karena Allah dan Rasul-Nya, bukan karena hawa nafsu, watak dan dunianya. Dia tidak hasud dan tidak dihasud orang lain; tidak juga menentang orang yang beruntung yang mendapat bagian dari bagiannya.
Wahai anakku, hendaklah engkau merasa takut terhadap upaya menentang orang yang beruntung karena sesungguhnya dia selamat, sedangkan engkau binasa, terjerumus, terhina dan tercemar. Bagaimana engkau mengubah nasibnya dengan penentanganmu padahal Allah mengetahui apa yang dia miliki. Apabila engkau menentang Allah dalam ilmu-Nya dengan apa yang kau miliki atau milik orang lain, maka gugurlah engkau dari pandangan-Nya, dan ilmumu tidak akan berguna. Sebagaimana firman Allah Azza wa Jalla:
Bekerja keras lagi kepayahan (QS 88:3)
Sekarang hendaklah engkau bertobat kepada Allah Azza wa Jalla. Orang yang terjaga itu cerdas. Janganlah berpaling dari tujuan kepada-Nya karena cobaan yang Dia turunkan kepadamu. Tunggulah saat cobaan dibebaskan darimu dan janganlah berputus asa. Karena dari suatu saat ke saat lain ada kelonggaran. Allah SWT berfirman:
Setiap waktu Dia dalam kesibukan (QS 55: 29)
Kelonggaran itu berpindah dari suatu kaum ke kaum yang lain. Sabarlah bersama-Nya dan relallah dengan takdir-Nya atas dirimu. Allah SWT berfirman:
Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu, sesuatu yang baru (QS 65: 1)
Apabila engkau bersabar, niscaya cobaan kepadamu akan terasa ringan, dan Dia akan menjadikan hal baru yang Dia sukai dan engkau sukai. Apabila engkau tidak bersabar dan berpaling, maka cobaan yang menimpamu akan terasa berat, dan Dia akan menambahnya dengan siksaan karena engkau berpaling dari-Nya dan karena penentanganmu kepada-Nya, karena ketetapanmu bersama hawa nafsu, karena tujuanmu dan karena kecintaanmu terhadap dunia, serta karena ambisimu dalam mengumpulkan dunia.
Hendaklah kaum Muslim menyadari, bahwa jika hal itu ada dan mesti ada, maka hawa nafsumu berada pada pintu dunia, hatimu berada pada pintu akhirat, serta batinmu berada pada pintu Tuhan, sampai hawa nafsu berubah menjadi hati dan merasakan apa yang dirasakannya, hati berubah menjadi batin dan merasakan apa yang dirasakannya, dan batin berubah menjadi fana yang tidak merasakan dan tidak dirasakan. Kemudian dia menghidupkannya karena Dia, bukan karena selain Dia. Inilah puncaknya yang asli dan kekal. Berbahagialah orang yang mengetahui apa yang saya katakan dan mempercayainya. Berbahagialah orang yang beramal dan ikhlas dalam amalnya. Berbahagialah orang yang menjadikan amal dengan tangannya sehingga dapat mendekatkan kepada orang yang diberi amal.
Wahai anakku, ingatlah apabila engkau telah mati, engkau akan melihat dan mengenal saya. Engkau akan melihat saya dari sebelah kanan dan kirimu, saya menolak darimu dan meminta kepadamu. Sampai kapan engkau bersekutu dengan makhluk serta berserah kepada mereka? Engkau harus mengetahui bahwa tidak seorang pun di antara mereka yang berguna atau yang bisa membahayakan dirimu, baik yang fakir atau yang kaya, baik yang mulia atau yang hina di antara mereka. Engkau harus tetap bersama Allah Azza wa Jalla. Janganlah engkau bersandar kepada makhluk dan jangan pula kepada usaha, daya, dan kekuatanmu. Bersandarlah kepada karunia Allah Azza wa Jalla. Bersandarlah kepada yang menguasai dirimu dan menguasai usaha serta rezekimu. Apabila engkau melakukan hal itu berarti perjalanan hidupmu bersama-Nya dan Dia akan memperlihatkan kepadamu keagungan qudrat-Nya. Dia akan menyampaikan hatimu kepada-Ny, kemudian setelah sampai kepada-Nya, Dia akan mengingatkan hatimu kepada hari-harinya yang lalu sebagaimana penghuni surga di surga akan teringat kepada hari-harinya di dunia. Apabila engkau telah menembus jaring sebab, maka engkau akan sampai pada musabbab. Apabila engkau telah menembus adat, maka adat akan menembus dirimu. Barangsiapa yang melayani, dia akan dilayani. Barangsiapa yang taat, dia akan ditaati. Barangsiapa yang memuliakan, dia akan dimuliakan. Barangsiapa yang dekat, dia akan didekati. Barangsiapa yang rendah hati, dia akan ditinggikan. Barangsiapa yang dermawan, dia akan diberi. Barangsiapa yang baik budi pekertinya, dia akan didekati. Adab yang baik akan mendekatkanmu dan adab yang buruk akan menjauhkanmu. Adab yang baik adalah taat kepada Allah dan adab yang buruk adalah durhaka kepada-Nya.
Wahai kaum Muslim, janganlah menunda kemuliaan bagi dirimu dan memperhitungkannya. Bersegeralah untuk memuliakan dirimu di dunia sebelum datang hari akhirat. Nabi saw. bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla merasa malu untuk menghisab hamba-hamba-Nya yang menjauhkan diri dari maksiat di dunia.”
Engkau harus menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Jika tidak, maka kehinaan akan menetap pada tali lasomu. Jauhilah maksiat dalam segala tindakanmu di dunia. Jika tidak, maka segala keinginanmu akan berubah menjadi kerugian di dunia dan akhirat. Dinar adalah tempat neraka dan dirham adalah tempat kegelisahan, terutama jika engkau mendapatkannya dengan jalan haram dan menggunakannya dengan jalan haram pula. Jika demikian, berarti engkau buta dan tuli. Nabi saw. bersabda, “Cintamu kepada sesuatu membuatmu buta dan tuli”
Nodailah hatimu dari dunia dan jadikanlah hatimu sakit dan haus sehingga Allah Azza wa Jalla akan memberimu pakaian, makanan dan minuman. Pasrahkanlah lahir dan batinmu kepada-Nya dan janganlah engkau berusaha untuk mengaturnya. Akan tetapi, Dia-lah yang mengatur tanpa memerlukan pengaturanmu. Dunia adalah tempat beramal dan akhirat adalah tempat pahala, tempat pemberian. Hal ini merupakan hak yang sudah menjadi keumuman bagi orang-orang salih. Dan ada yang jarang di antara mereka, yaitu orang yang mengeluarkan dirinya dari amal di dunia, kemudian dia diberi anugerah dan rahmat serta dipercepat mendapat ketenangan sebelum datang akhirat. Dia hanya melaksanakan yang fardhu dan dia memperolehnya dari berbagai sunat. Maka sesungguhnya segala yang fardhu tidaklah gugur dalam segala keadaan dan tempat. Dan ini merupakan hak perseorangan dari hamba Allah Azza wa Jalla.
Wahai anakku, hendaklah engkau bersikap zuhud dan berpaling dari dunia sehingga engkau akan merasa tenang di dunia. Apabila engkau memiliki bagian dari dunia, maka pasti akan sampai kepadamu. Bagianmu akan mendatangimu, dan engkau tetap mulia. Janganlah engkau makan dengan hawa nafsumu. Karena hal itu merupakan penghalang yang akan menghalangi hatimu dari Tuhanmu. Orang mukmin tidak makan untuk hawa nafsu atau dengan hawa nafsunya. Dia tidak berpakaian untuk hawa nafsunya, dan bukan untuk kesenangan, tetapi dia melakukannya untuk memperkuat ketakwaan dan ketaatan kepada Allah Azza wa Jalla. Dia memakan apa yang dapat memperkuat kaki lahirnya di hadapan-Nya. Dia makan dengan syariat, bukan dengan hawa nafsu. Seorang wali makan karena perintah Allah Azza wa Jalla. Wali abdal yang merupakan wali quthb, makan dengan perbuatan Allah Azza wa Jalla. Dan seorang wali quthb, makan dan segenap tindakannya seperti makan dan tindakan Nabi saw. Bagaimana tidak begitu, sedangkan dia merupakan pelayan, pengganti, dan khalifahnya dalam umatnya? Setiap khalifah Rasul adalah khalifah Allah Azza wa Jalla. Dia telah menjadi khalifah batin dan pemimpin orang Islam. Yang terdahulu adalah khalifah lahir, yaitu dia yang tidak menghalalkan bagi seorang muslim untuk meninggalkan ketaatan dan tidak mengikuti Nabi. Telah dikatakan bahwa pemimpin kaum muslimin, jika dia seorang yang adil, maka dia adalah quthb zamannya. Janganlah engkau mengira bahwa perkara ini mudah. Telah ditetapkan bagimu bahwa akan ada yang menghitung perbuatan lahr dan perbuatan batinmu. Tidak ada seorangpun dari kalian, kecuali dia didatangkan pada hari kiamat disertai malaikat yang mengawasinya di dunia. Malaikat itu menulis kebaikan dan keburukannya. Pada mereka ada 99 buku catatan. Tiap-tiap buku catatan, panjangnya sejauh mata memandang. Dalam catatan tersebut ada kebaikan dan keburukannya, dan semua yang keluar dari orang itu. Lalu dituntut untuk membaca semuanya maka mereka pun membacanya. Jika di dunia orang itu tidak baik, maka dituliskan dan tidak dibaca, karena dunia adalah tempat hikmah dan akhirat adalah tempat qudrah. Dunia membutuhkan sebab dan perantara, sedangkan akhirat tidak membutuhkannya. Apabila seseorang di antara kalian menolak apa yang tertera dalam catatannya, maka anggota badannya akan berbicara sesuai dengan apa yang tertulis di catatan itu. Tiap anggota badannya berbicara sesuai dengan ketentuan semua yang dia perbuat di dunia. Engkau benar-benar diciptakan untuk perkara yang besar, sedangkan engkau tidak mendapat kabar tentangnya. Allah Azza wa Jalla berfirman:
Lalu apakah engkau mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakanmu secara main-main, dan bahwa engkau tidak akan dikembalikan kepada Kami? (QS 23: 115) []
(Syaikh Abdul Qadir Jailani)
Bearmal Dengan Ikhlas
Betapa banyak orang yang belajar, namun tidak beramal. Carilah ilmu dan sibukkan dirimu dengan beramal disertai ikhlas. Bila kau tidak melakukannya, maka kau tidak akan meraih kebahagiaan. Pelajarilah ilmu, karena perbuatanmu digerakkan oleh Allah. Sungguh telah kujatuhkan penutup malu dari pandanganmu dan sungguh kujadikan sesuatu yang paling hina di matamu. Engkau mengikuti nafsu, memakan dengan nafsu, bergerak dengan nafsu, maka jangan heran apabila dibinasakan oleh nafsumu sendiri. Malulah terhadap Allah dalam segenap keadaanmu. Beramallah sesuai dengan hukum-hukum-Nya. Bila kau beramal dengan zahir hukum, maka amalmu itu akan membawamu pada ilmu tentang Allah.
Ya Allah sadarkanlah kami dari kealfaan orang-orang yang lalai.
Bila kau berbuat dosa, maka bahaya akan datang menimpamu. Bila kau bertobat dan beristighfar kepada Allah serta memohon pertolongan-Nya, maka Allah akan berada di sampingmu. Engkau akan menemukan musibah dalam hidupmu, karenanya mintalah kepada Allah supaya menganugerahi kesabaran dan kesesuaian sehingga kau diselamatkan dan tidak mengalami kerusakan dalam hati. Pada zahir, bukan batin, pada harta, bukan agama, saat itu bahaya bukan siksa, namun nikmat.
Wahai orang munafik, kau menerima orang-orang yang mengikutimu karena Allah dan Rasul-Nya hanya secara fisik, tidak secara maknawi. Kau menerima dengan lahir, bukan dengan batin. Tidak heran, kau terhina di dunia dan di akhirat. Orang yang bermaksiat dan pendusta adalah orang-orang hina. Wahai iorang-orang berilmu, jangan kotori ilmumu di depan hamba dunia. Jangan kau jual kemuliaan dengan kehinaan. Kemuliaan adalah ilmu, sedangkan orang-orang hina adalah orang-orang yang menggenggam dunia. Orang lain tidak akan mampu memberikan sesuatu yang bukan bagianmu, akan tetapi bagianmu mengalir dari bagian mereka, bila kau bersabar, maka bagianmu yang berada dalam genggaman tangan mereka akan datang, tanpa membuatmu hina.
Ingatlah Zat yang memberikan rezeki, Yang tidak membutuhkan rezeki dan pemberian. Sibukkanlah dirimu dengan berbuat taat kepada Allah dan jangan menuntut sesuatu dari-Nya. Allah mengetahui yang kau butuhkan untuk kebaikanmu.
Zikir lisan tanpa kesadaran hati, tidak akan mendatangkan kemuliaan. Zikir yang sesungguhnya adalah zikir hati dan rahasia, kemudian zikir lisan.
Allah berfirman:
Ingatlah kepadaku, aku akan mengingatmu, bersyukurlah kepadaku dan jangan kufur (QS 2: 152)
Ingatlah Allah, Dia akan mengingatmu. Ingatlah Dia, sehingga zikir tersebut dapat menambal dosa-dosamu, sehingga kau dibersihkan dari dosa dan bisa menaati-Nya tanpa maksiat. Saat itulah, kau dan Dia ingat di tengah ornag-orang yang berzikir. Sibukkanlah dirimu dengan zikir kepada-Nya, jangan menyibukkan dirimu dengan berbagai permohonan kepada-Nya. Jika tujuanmu adalah kehendak Allah, maka Allah akan memenuhinya. Jika kau berhasil menjadikan Allah sebagai tujuanmu, maka Allah akan memberikan kunci-kunci simpanan-Nya dalam hatimu.
Barangsiapa yang mencintai Allah, dia tidak akan mencintai yang lain. Allah akan melenyapkan cintanya pada yang selain-Nya dari dalam hatinya. Bila kecintaan kepada Allah telah bersemayam di dalam hati seseorang, maka hatinya akan kosong dari rasa cinta kepada selain-Nya. Dia akan menyibukkan zahir dan batinnya kepada Allah. Dia akan keluar dari kebiasaan, keluar dari tempat-tempat ramai. Apakah kau punya akal yang dapat kau gunakan untuk berpikir? Apakah wujudmu telah melupakan diri dari akal sehat itu? Malaikat maut akan mendatangi hidupmu, mencabut nyawamu, memisahkan dirimu dengan keluarga dan orang-orang yang kau cintai. Berusahalah, supaya nyawamu tidak dicabut pada saat kau benci untuk berjumpa dengan Allah. Tunggulah detik-detik kematian, karena di hadapan Allah, engkau lebih baik daripada ketika di dunia.
Ya Allah berikanlah kami kebaikan di dunia dan di akhirat, serta selamatkanlah kami dari siksa api neraka.[]
(Syaikh Abdul Qadir Jailani)
Bersikap Tenang
Apabila engkau menghendaki suatu perkara, maka engkau harus bersikap tenang sehingga Allah memperlihatkan jalan keluarnya.
(Riwayat Bukhari)
Wednesday, July 25, 2012
Asma Allah 'Al Fattah'
Al Ghazali. Al Asma’ Al Husna – Rahasia Nama-nama Indah Allah. Penerbit Mizan, Cetakan VII, April 2000.
Al Fattah (Yang Maha Membuka [Hati]) adalah Dia yang dengan kekuasaan-Nya apapun yang tertutup menjadi terbuka, dan yang dengan petunjuk-Nya apapun yang tidak jelas menjadi jelas. Terkadang Dia membukakan kerajaan bagi para nabi-Nya dan menyingkirkannya dari tangan musuh-musuh-Nya, dengan firman-Nya: Sesungguhnya Kami telah menganugerahimu (wahai Muhammad) suatu kemenangan yang gemilang (QS 48:1). Secara harfiah: Telah Kami bukakan bagimu suatu pembukaan yang gemilang, dan terkadang Dia mengangkat tabir dari hati hamba-hamba suci-Nya dengan membukakan bagi mereka gerbang-gerbang menuju kerajaan samawi dan keindahan-keindahan keagungan-Nya. Maka Dia berfirman: Apa yang Allah bukakan rahmat-Nya untuk manusia, maka tidak ada yang dapat menahannya (QS 35:2). Barangsiapa yang memegang kunci-kunci alam gaib dan kunci-kunci rezeki, maka dia patut disebut pembuka.
Nasihat: Manusia hendaknya mendambakan mencapai keadaan di mana kunci misteri-misteri Ilahiah akan terbuka dengan ucapannya, dan dimana dia dapat memudahkan dengan pengetahuannya kesulitan-kesulitan yang dialami makhluk-makhluk dalam urusan keagamaan dan urusan keduniaan, dan dengan demikian maka dia mendapatkan nama pembuka.[]
Taburan Rahmat Dalam Shalat
Apabila seorang hamba berdiri dalam shalatnya, maka ditaburkan di atas kepalanya kebajikan (al birr) hingga ia rukuk. Apabila ia rukuk maka ia diselimuti oleh rahmat Allah hingga sujud. Orang yang bersujud berarti ia sedang sujud di hadapan Allah SWT, karena itu hendaknya ia meminta (al yas’al) dan mendekatkan diri (al yarghab)
(Riwayat Abu Sa’id Ibnu Manshur)
Dosa Menghambat Rezeki
Sesungguhnya seseorang benar-benar dihambat rezekinya disebabkan dosa yang dikerjakannya; tidak ada yang dapat menolak takdir (qadar) kecuali do’a, dan tidak ada yang dapat menambah umur kecuali amal kebajikan (al birr)
(Riwayat Ibnu Hibban melalui Tsauban)
Nasihat Ali kw Tentang Kebaikan
Berbuat Baik dan Menjauhi Keburukan
• Kebaikan bukanlah dengan bertambah banyaknya harta dan anakmu. Akan tetapi kebaikan adalah dengan bertambah banyaknya ilmumu, bertambah besarnya kesabaranmu, dan engkau menyaingi orang lain dengan ibadahmu kepada Tuhanmu. Maka, jika engkau berbuat baik, engkau memuji Allah ‘Azza wa Jalla dan jika engkau berbuat buruk, engkau beristighfar kepada Allah.
• Tidak ada kebaikan di dunia ini kecuali bagi dua golongan manusia, yaitu: Pertama, seseorang yang berbuat dosa, lalu dia cepat-cepat meluruskan perbuatannya dengan bertobat. Kedua, seseorang yang bersegera dalam amal kebajikan. Tidaklah dipandang sedikit perbuatan yang dilakukan dengan ketakwaan, maka bagaimana dapat dikatakan sedikit suatu perbuatan yang diterima (Allah)?
• Kesempatan terus berjalan seperti jalannya awan. Oleh karena itu cepat-cepatlah kalian ambil segala kesempatan yang baik (sebelum ia berlalu dari kalian).
• Kedermawanan yang sebenarnya adalah berniat melakukan kebaikan setiap orang.
• Diantara amal kebajikan yang paling utama adalah: berderma di saat kesusahan, bertindak benar ketika sedang marah, dan memberi maaf ketika mampu untuk menghukum.
• Kebaikan yang tidak ada keburukan di dalamnya adalah bersyukur ketika mendapatkan kenikmatan, dan bersabar ketika mendapatkan musibah.
• Berbuatlah kebaikan dan janganlah kalian meremehkannya sedikitpun. Sebab, yang kecilnya adalah besar dan sedikitnya adalah banyak. Dan jangan sekali-kali salah seorang dari kalian mengatakan, “Sesungguhnya orang lain lebih utama dalam hal melakukan kebaikan ini daripada saya.” Maka, demi Allah, perkataannya akan menjadi kenyataan. Sesungguhnya bagi kebaikan dan keburukan ada pemiliknya (pelakunya). Maka, bagaimanapun kalian meninggalkan diantara keduanya, ada orang lain yang akan mengerjakannya.
Orang-orang yang Berbuat Kebajikan (Al Birr) Menurut Al Qur'an
Al Baqarah [2]: 177
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur (masyriq) dan barat (maghrib)itu suatu kebajikan (al birr), akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu adalah
1. Beriman kepada Allah
2. (beriman kepada) hari kemudian
3. (beriman kepada) malaikat-malaikat
4. (beriman kepada) kitab-kitab
5. (beriman kepada) nabi-nabi
6. Memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya (dzawil qurba)
7. (memberikan harta yang dicintainya kepada) anak-anak yatim
8. (memberikan harta yang dicintainya kepada) orang-orang miskin
9. (memberikan harta yang dicintainya kepada) musafir
10. (memberikan harta yang dicintainya kepada)orang-orang yang meminta-minta
11. Memerdekakan hamba sahaya.
12. Mendirikan shalat
13. Menunaikan zakat
14. Menepati janjinya apabila berjanji
15. Sabar dalam kesempitan
16. (sabar dalam) penderitaan
17. (sabar dalam) peperangan
Mereka itulah orang-orang yang benar (shodaqu) dan mereka itulah al muttaquun
Asma Allah Al 'Alim
Al Ghazali. Al Asma’ Al Husna – Rahasia Nama-nama Indah Allah. Penerbit Mizan, Cetakan VII, April 2000.
Al ‘Alim. (Yang Maha Mengetahui). Kesempurnaannya berupa mengetahui segala sesuatu dengan pengetahuan – yang nyata dan yang gaib, yang kecil dan yang besar, yang pertama dan yang terakhir, permulaan dan hasilnya – dan berkenaan dengan banyaknya obyek-obyek yang diketahui, ini akan tidak terbatas. Maka pengetahuan itu sendiri akan menjadi yang paling sempurna, berkenaan dengan kejelasannya dan penyingkapannya, sedemikian rupa sehingga tidak ada lagi penglihatan atau penyingkapan jelas yang dapat ditangkap. Akhirnya, pengetahuan bukanlah berasal dari hal-hal yang diketahui, namun hal-hal yang diketahui berasal dari pengetahuan.
Nasihat : Hampir bukan rahasia kalau manusia memiliki sifat ‘yang mengetahui’, namun pengetahuan manusia berbeda dengan pengetahuan Allah Ta’ala dalam tiga hal yang khas. Pertama, mengenai banyaknya hal-hal yang diketahui; meskipun hal-hal yang diketahui manusia banyak namun terbatas pada hatinya, dan mana mungkin hal-hal yang diketahui manusia itu dapat disamakan dengan yang tidak terbatas? Kedua, penyingkapan manusia, walaupun jelas, tidak mencapai tujuan, yang di luar tujuan ini tidak mungkin lagi ada tujuan lain. Namun penglihatannya akan hal-hal adalah seperti melihat hal-hal di balik tabir yang tipis. Hendaknya Anda jangan menyangkal derajat-derajat penyingkapan, karena penglihatan batiniah adalah seperti penglihatan lahiriah, maka ada perbedaan antara apa yang jelas pada waktu sore dan apa yang menjadi jelas pada waktu pagi. Ketiga, bahwa pengetahuan Allah SWT akan segala sesuatu bukanlah berasal dari segala sesuatu itu, namun segala sesuatu itu berasal dari pengetahuan Allah Ta’ala, sedangkan pengetahuan manusia akan hal-hal tergantung pada adanya hal-hal dan hasil dari hal-hal.
Nah, jika Anda kesulitan memahami perbedaan ini, maka bandingkan pengetahuan orang yang belajar catur dengan pengetahuan orang yang menemukan catur. Karena pengetahuan orang yang menemukan catur itu sendiri adalah sebab bagi adanya catur, sedangkan fakta bahwa catur ada adalah sebab bagi adanya pengetahuan orang yang mempelajari catur. Pengetahuan orang yang menciptakan catur mendahului catur, sedangkan pengetahuan orang yang mempelajari catur terjadi setelah adanya catur. Begitu pula, pengetahuan Allah SWT akan segala sesuatu mendahului adanya segala sesuatu itu, dan menyebabkan adanya segala sesuatu itu, sedangkan pengetahuan kita tidaklah seperti itu.
Perbedaan manusia terjadi berkat pengetahuan, karena pengetahuan merupakan salah satu sifat Allah SWT. Namun, pengetahun itu lebih mulia, yang objek-objeknya lebih mulia, dan objek pengetahuan yang paling mulia adalah Allah Ta’ala. Begitu pula, mengetahui Allah Ta’ala adalah pengetahuan yang paling bermanfaat, sedangkan pengetahuan tentang segala sesuatu lainnya mulia karena ia adalah pengetahuan tentang tindakan-tindakan Allah SWT, atau pengetahuan tentang cara yang membuat manusia lebih dekat dengan Allah Ta’ala dan memudahkan dalam mendekat kepada-Nya. Semua pengetahuan yang selain pengetahuan itu tidak dapat mengklaim bahwa dirinya mulia dan banyak berjasa.[]
Asma Allah Al 'Adl
Al ‘Adl (Yang Mahaadil) artinya adalah Dia yang adil dan Dialah yang selalu bertindak adil, lawannya kezaliman dan penindasan. Orang tidak dapat mengetahui orang yang adil tanpa mengetahui keadilan orang itu, dan orang tidak mengetahui keadilannya tanpa mengetahui tindakannya. Maka barangsiapa ingin memahami sifat ini, maka dia harus memahami tindakan-tindakan Allah Ta’ala dari kerajaan lelangit hingga ke ujung dunia, sampai ke titik dimana dia tidak melihat kecacatan apapun dalam ciptaan Yang Mahabaik, dan tidak melihat adanya keretakan di dalamnya, namun sekali lagi hanya memperhatikan pandangannya menjadi lemah dan pudar. Karena keindahan kehadiran Ilahiah telah menguasainya dan membuatnya kagum pada keselarasan dan keteraturannya; bagi orang sepert itu, maka keadilan Allah Azza wa Jalla melekat dalam pemahamannya.
Dia menciptakan berbagai golongan wujud, wujud yang fisik maupun wujud yang spiritual, yang sempurna dan tidak sempurna di antara wujud-wujud itu. Dan Dia telah memberikan kepada tiap-tiap benda eksistensinya yang diciptakan, di mana Dia itu murah hati, dan juga mengaturnya dengan tingkatan yang sesuai dengannya, di mana Dia itu adil. Diantara benda-benda besar alam semesta adalah bumi, air, udara, langit, bintang, dan Dia telah menciptakannya dan mengaturnya, menempatkan bumi di tempat terendah di antara semuanya, meletakkan air di atasnya dan udara di atas air dan langit di atas udara. Dan kalau susunan ini dibalik, maka tatanannya tidak dapat dipertahankan.
Keterangan yang menjelaskan kebaikan-kebaikan dalam keadilan tatanan dan susunan ini mungkin sulit dipahami oleh banyak orang. Mari kita turun ke tingkat umum, dan kita perhatikan tubuh manusia. Tubuh manusia tersusun dari berbagai anggota yang berbeda. Dia menyusun manusia dari tulang, daging dan kulit. Dia menempatkan tulang sebagai topangan dengan daging yang membungkusnya untuk melindunginya, dan kulit yang membungkus untuk melindungi daging. Kalau tatanan ini dibalik, sehingga yang ada di dalam menjadi di luar, maka susunan itu tidak akan dapat dipertahankan.
Dan jika hal itu belum jelas bagi Anda, maka perhatikan bahwa Dia telah menciptakan berbagai anggota badan bagi manusia seperti tangan, kaki, mata, hidung dan telinga. Dengan menciptakan anggota-anggota badan itu di tempat yang paling tepat di tubuh kita; jika Dia menciptakannya di bagian belakang kepala atau di kaki atau tangan atau di atas kepala, maka hasilnya berupa kecacatan, dan mudah hancur. Dengan cara yang sama Dia menempatkan tangan di bahu, dan kalau Dia meletakkannya di kepala atau di pinggang atau lutut maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan. Begitu pula, dia menempatkan semua indera di kepala agar dapat mengawasi, mengatur dan menjaga anggota tubuh yang lain, karena memang ditempatkan untuk mengawasi. Karena jika Dia menempatkan indera di kaki, maka susunannya akan benar-benar terganggu. Ringkasnya adalah, bahwa tidak ada yang diciptakan kecuali di tempatnya yang memang dimaksudkan untuk apa yang diciptakan itu. Karena jika ditempatkan di kiri atau di kanan dari kedudukannya yang ada sekarang, atau di bawah atau di atasnya, maka hal itu akan kurang baik atau tidak berguna, buruk atau tidak pada tempatnya, dan terlihat menjijikkan. Jadi, hidung diciptakan di tengah wajah, kalau hidung diciptakan di dahi atau di pipi, maka kecacatan seperti itu akan mengurangi kemanfaatannya. Mungkin Anda sudah cukup memahami sehingga dapat menangkap kearifan ini.
Juga perlu Anda ketahui bahwa Dia tidak menciptakan matahari di atas langit ke empat, yaitu di tengah-tengah ketujuh langit. Namun Dia menciptakannya dengan benar, menempatkannya di tempat yang cocok untuknya, sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Mungkin Anda tidak dapat menangkap kearifan di dalamnya, karena Anda kurang merenungkan kerajaan-kerajaan lelangit dan bumi dan keajaiban-keajaibannya. Kalau Anda merenungkannya, maka keajaiban yang akan Anda lihat melebihi keajaiban-keajaiban tubuh Anda. Dan mana mungkin tidak demikian, bila penciptaan lelangit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia. Kalau Anda memiliki banyak pengetahuan tentang keajaiban-keajaiban jiwa Anda, dan merenungkannya dan juga merenungkan bagian-bagian tubuh yang membungkusnya, maka Anda akan termasuk mereka yang oleh Allah SWT dikatakan: Akan Kami tunjukkan kepada mereka tanda-tanda Kami di ufuk-ufuk dan di dalam diri mereka sendiri (QS 41:53). Mana mungkin Anda termasuk mereka yang oleh Allah dikatakan: Maka Kami tunjukkan kepada Ibrahim kerajaan-kerajaan lelangit dan bumi (QS 6:75)? Dapatkah gerbang langit terbuka untuk orang yang perhatiannya hanya tertuju kepada dunia dan yang diperbudak keserakahan dan hawa nafsu?
Hal tersebut menawarkan petunjuk simbolis mengenai bagaimana memahami langkah-langkah pertama untuk mengetahui nama yang satu ini. Untuk menjelaskannya diperlukan berjilid-jilid buku, seperti juga yang terjadi dengan menerangkan makna setiap nama ini. Karena kata benda yang berasal dari kata kerja tidak akan dimengerti tanpa terlebih dahulu memahami tindakan-tindakannya, dan segala sesuatu yang ada menjadi ada karena tindakan-tindakan Allah Ta’ala. Maka siapapun yang tidak dapat memahaminya, baik secara terinci maupun secara umum, maka dia tidak akan mengetahuinya kecuali hanyalah persoalan-persoalan bahasa dan ulasan. Orang tak mungkin mengharapkan dapat mengetahuinya secara terinci, karena hal itu tak ada akhirnya. Namun, manusia memiliki jalan untuk mengetahuinya secara umum, dan pengetahuannya mengenai nama-nama sebanding dengan sejauh mana pengetahuan umumnya mengenai tindakan-tindakan dan itu meliputi segala bentuk pengetahuan. Namun, tujuan buku seperti ini hanyalah menawarkan petunjuk yang merupakan kunci untuk mengetahui bagaimana keseluruhannya dapat bekerja sama.
Nasihat: Bahwa manusia dapat berlaku adil, itu sudah diketahui. Pertama, terdapat keadilan yang harus dimilikinya terhadap sifat-sifatnya sendiri, dan itu berupa dia menempatkan hawa nafsu dan amarah di bawah bimbingan akal dan agama. Karena, begitu dia menjadikan akal sebagai abdi hawa nafsu dan amarah, tentu dia akan berlaku tidak adil. Inilah keseluruhan keadilan pada diri manusia, dan pengaruh-perngaruhnya tentunya berupa menaati semua parameter Hukum. Manusia dapat dikatakan adil terhadap semua anggota tubuhnya kalau dia menggunakannya sesuai dengan cara yang diizinkan Hukum. Selain itu, kalau dia menunaikan tugas-tugasnya dengan baik terhadap sanak keluarganya, atau jika dia seorang penguasa, melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik terhadap rakyatnya.
Mungkin timbul pikiran bahwa ketidakadilan akan menyebabkan kemudharatan, dan bahwa keadilan berupa memberi manfaat kepada manusia. Namun kasusnya tidaklah demikian. Karena kalau raja membuka gudang-gudang yang berisi senjata dan buku-buku serta berbagai barang, lalu memberikan uang kepada orang kaya dan senjata kepada ulama dan menyerahkan benteng kepada mereka juga; sementara dia membagi-bagikan buku kepada para tentara dan personalia tempur, menyerahkan mesjid-mesjid dan sekolah-sekolah kepada mereka juga, maka itu memang bermanfaat bagi mereka, tetapi itu juga bersifat menindas dan tidak adil, karena dia meletakkan segala sesuatunya bukan pada tempatnya. Tetapi kalau dia membawa mudharat bagi orang sakit dengan membuat mereka minum obat, atau memaksa mereka untuk dioperasi; atau membawa mudharat bagi orang jahat dengan memberi mereka hukuman mati atau memotong salah satu anggota tubuh mereka atau dengan memukul mereka, maka dia berarti telah berlaku adil karena dia telah menempatkan mereka pada tempatnya yang tepat.
Manusia akan mendapatkan keuntungan keagamaan dari kepercayaannya bahwa Allah SWT itu adil kalau dia tidak merasa keberatan dengan rencana-Nya, ketentuan-Nya dan semua tindakan-Nya, entah itu sesuai dengan kehendaknya atau tidak. Karena semuanya itu adalah adil, itu memang harus begitu. Seandainya Dia tidak melakukan apa yang telah dilakukan-Nya, maka sesuatu yang lain akan terjadi yang lebih merugikan dibanding apa yang telah terjadi, seperti orang sakit yang tidak mau dioperasi maka ia akan semakin sakit kalau dibanding kalau dioperasi. Beginilah keadaan Allah SWT dan beriman kepada-Nya meniadakan keberatan, baik lahiriah maupun batiniah. Iman akan sempurna kalau ‘tidak mengutuk nasib’, tidak menuduh bahwa segalanya terjadi karena adanya pengaruh benda-benda langit, dan tidak merasa keberatan terhadap-Nya, sebagaimana hal itu lazim dilakukan. Namun kalau tahu bahwa semua ini terjadi karena sebab-sebab yang tunduk kepada Dia, diatur dan diarahkan ke akibat-akibatnya dengan sebaik-baik tatanan dan arah, yang sesuai dengan segi keadilan dan kebajikan yang paling tinggi.[]
Subscribe to:
Posts (Atom)