Ketika seorang hamba fana bukan berarti ia lantas menjadi tidak ada. Akan tetapi yang dimaksud adalah aspek kemanusiaannya tenggelam dalam aspek ketuhanan, karena setiap hamba menyimpan aspek Ilahiyah tertentu di dalam dirinya, sesuatu yang difirmankan oleh-Nya, "Dan bagi setiap insan ada kiblatnya (wajhatun) yang ia menghadap kepadanya"(QS Al Baqarah [2]:148).
Fana hanya bisa diraih jika sang hamba memberikan perhatian yang penuh kepada tajali Ilahiyah, Yang Maha Suci, karena hanya melalui hal tersebut aspek ketuhanan yang ada di dalam diri sang hamba menjadi diperkuat hingga ia melampaui aspek ciptaannya dengan berserah diri. Dan seorang hamba hanya dapat memberikan perhatian yang penuh jika sudah ada cinta di dalam hatinya.
Adapun dalam beramal sang hamba akan menghindari hal-hal yang akan menjauhkan dirinya dari Tuhan dengan dasar takut kepada-Nya. Dengan demikian cinta menjadi inti dan takut kepada Tuhan menjadi pilar yang menyokongnya.
Dengan fana inilah seorang hamba menjadi lebih fokus hidupnya dengan tujuan yang telah Tuhan tetapkan, oleh karenanya ia mencapai kondisi lebur (baqa') bersama Tuhan.
(Adaptasi dari Ibnu 'Arabi, The Quintessence of the Wisdom of Ecstatic Love in the Logos of Abraham. Journal of the Muhyiddin Ibn 'Arabi Society. Vol I, 1982.)
No comments:
Post a Comment