Sunday, October 18, 2015

Ibnu Salim datang kepada Rasulullah saw, maka ia berkata: “Ya Rasulullah, seseungguhnya aku memiliki pertanyaan untukmu mengenai perkara yang belum pernah Allah ajarkan kepada siapapun selain kepada Musa bin Imran, jika engkau mengetahuinya, mengenai perkara tersebut, sesuatu yang hanya dikaruniakan Allah kepada Musa bin Imran a.s.” Maka berkata Rasulullah saw: “Ya Ibnu Salim, jika engkau menghendaki aku akan menerangkannya kepadamu.” Berkata Ibnu Salim: “Terangkanlah kepadaku”. Maka berkata Rasulullah saw: “Sesungguhnya malaikat muqarrabun belumlah mengelilingi `Arsy, dan belum ada pengetahuan mereka tentang `Arsy itu, dan belumlah `Arsy itu dipikul oleh para malaikat yang memikulnya. Dan sesungguhnya Allah baru saja menciptakan petala lelangit dan bumi, maka bertanya para malaikat: ‘Wahai Rabb kami, apakah Engkau menciptakan sesuatu yang lebih besar dari petala lelangit dan bumi?’. Allah menjawab: ‘Ya, samudra al-Bihar.’ Diceritakan, para malaikat kembali bertanya: ’Apakah Engkau menciptakan sesuatu yang lebih besar dari samudra al-Bihar?’ Allah menjawab: ‘Ya, `Arsy.’ Para malaikat kembali bertanya: ‘Apakah Engkau menciptakan sesuatu yang lebih besar dari `Arsy?’ Allah menjawab: ‘Ya, `Aql.’ Para malaikat berkata: ‘Wahai Rabb kami, dan sejauh apakah kadar `Aql diciptakan?’. Allah menjawab: ‘Demi kemuliaan-Ku, sungguh tidak ada yang dapat mengetahui batas-batas ilmu mengenainya.’ Allah kemudian bersabda: ‘Apakah kalian punya pengetahuan mengenai bilangan pasir?’ Para malaikat menjawab: ‘Tidak’. Allah berkata: ’Maka sesungguhnya Aku menciptakan `Aql sebagaimana bilangan pasir. Maka dari sebahagian manusia ada yang Aku beri sebutir (pasir), dua butir, tiga butir, empat butir; dan sebahagian mereka ada yang Aku beri satu firqa; dan sebahagian mereka ada yang Aku beri satu wasaq; dan sebahagian mereka ada yang aku beri dua wasaq; dan sebahagian lainnya Aku beri lebih banyak dari itu tergantung sebanyak apa yang Aku kehendaki dari pembagiannya’.” Maka berkata Ibnu Salim r.a.: “Maka siapakah mereka itu, ya Rasulullah?”. Rasulullah SAW menjawab: “Orang yang beramal demi ketaatan kepada Allah Ta’ala, atas dasar kadar amalamal mereka. Dan kesungguhan mereka. Dan keyakinan mereka. Maka Allah menjadikan dalam hati mereka cahaya. Dan kefahaman mereka yang menyeluruh atas kadar yang datang kepada mereka. Maka dengan kadar itu beramallah mereka dengannya. Maka terangkatlah mereka beberapa dejarat.” Berkata Ibnu Salim r.a.: “Demi Dia yang telah mengutusmu dengan petunjuk dan agama yang haqq, sungguh tidak ada satu huruf pun yang berbeda dari apa yang aku temukan dalam Taurat. Maka sesungguhnya Musa adalah yang pertama menjelaskan perkara ini, dan engkau adalah yang kedua.” Rasulullah berkata: “Engkau benar, wahai Ibnu Salim!”

—H.R. Ibnu Hajar al-Atsqalani, Al-Busyiri, Al-Haitsami
Dari Anas bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: Tatkala Allah mengumpulkan segenap manusia dari awal hingga akhir dengan suatu panggilan dari tempat yang tinggi dari dalam Arsy, maka Allah berkata: "Di mana ahli ma'rifat billah? Di mana al-muhsinun?". Diceritakan, maka berdirilah sekelompok manusia hingga penuhlah tangan Allah kedua-duanya. Kemudian Allah berkata—dan Dia Maha Mengetahui tentang itu—kepada kelompok pertama: "Siapa kalian?". Mereka menjawab: "Kami ahli ma'rifat yang telah Engkau jadikan kami arif terhadap-Mu dan Engkau lah yang menjadikan kami demikian." Allah berkata: "Kalian benar!". Kemudian Allah bertanya kepada kelompok lainnya: "Siapa kalian?". Mereka menjawab: "Kami adalah al-muhsinun." Allah berkata: "Kalian benar". Sebagaimana firman-Ku kepada nabi-Ku: "Tidak ada sabil untuk al-muhsinun (Q.S. At-Taubah [9]: 92). Maka tidak ada jalan bagi kalian; namun masuklah ke surga dengan rahmat-Ku". Kemudian Rasulullah SAW tersenyum: "Allah telah memberi ganjaran kepada kelompok tersebut pada hari kiamat."

—H.R. Abu Nu’aim Al-Isfahani
Berkata Al-Faqih r.a., berkata kepadaku bapakku, dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwasannya dia berkata: "Sesungguhnya Umar bin Khattab memberlakukan tarawih (berjamaah) dari hadits yang ia dengar dariku." Maka bertanya kaum mukminin: "Dan apakah hadits itu, wahai Amirul-Mukminin?" Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya kepunyaan Allah Ta'ala di sekiling ‘Arsy sebuah lokus yang disebut HADIRATUL-QUDSI yang diciptakan dari cahaya dan di dalamnya para malaikat yang tidak dapat diketahui jumlahnya—kecuali oleh Allah—yang  beribadah kepada Allah 'Azza wa Jalla tanpa henti. Maka ketika malam-malam bulan Ramadhan mereka meminta izin untuk turun ke bumi, maka mereka shalat bersama Bani Adam. Maka adalah mereka turun ke bumi setiap malam ramadhan. Maka barangsiapa yang telah bersama mereka, atau mereka telah bersama seseorang, maka tidak akan disentuh api neraka selamanya." —H.R. Nasruddin bin Muhammad bin Ibrahim
Dari Abu Hurairah r.a., bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Hingga seorang hamba mengucapkan laa ilaaha illal-llaah dengan ikhlas, maka baginya akan dibukakan pintu-pintu langit hingga mencapai arsy, sepanjang dia menjauhi dosa-dosa besar”. —H.R. Turmudzi
Mengabarkan kepadaku Abdullah ibnu Umar bin Rabi’ah, bahwasannya Haritsah bin Nu’man berkata: Aku berjalan melewati Rasulullah SAW dan bersamanya Jibril sedang duduk pada sebuah bangku, maka aku mengucapkan salam kepadanya. Maka setelah aku kembali, berkata Rasulullah, “Apakah tadi engkau melihat siapa yang bersamaku?” Aku menjawab, “Ya”. Rasulullah berkata, “Bahwa sesungguhnya dia adalah Jibril, dan tadi dia menjawab salam kepadamu.”

—H.R. Imam Ahmad dan Imam Thabrani
Dari Haritsah bin Malik dari Anshar (Madinah), bahwasannya dia menghampiri Rasulullah SAW, dan Beliau bertanya kepadanya: "Sudah sampai mana kemajuan (agama) engkau, wahai Haritsah?". Haritsah menjawab: "Aku telah mencapai mukmin yang haq". Rasulullah berkata: "Hati-hati dengan apa yang kau ucapkan! Karena sesungguhnya pada setiap perkara ada haqiqatnya, maka apa haqiqat keimananmu". Haritsah menjawab: "Telah aku cukupkan dunia bagi diriku, maka pada malamnya aku terjaga, dan pada siangnya aku berpuasa, dan aku melihat arsy Allah dengan nyata, dan aku melihat para penghuni surga saling mengunjungi, dan aku melihat para penghuni neraka berteriak minta tolong." Rasulullah berkata: "Engkau telah arif, wahai Haritsah. Maka pertahankanlah! (hingga 3 kali)".

 —H.R. Thabrani Keterangan: Selain diriwayatkan oleh Imam Thabrani, hadits sejenis juga diriwayatkan oleh: Abu Bakar al-Bazar, Bahrul-Zihkar bi Masnad al-Bazar: 2451; Sulayman bin Ahmad Thabrani, Sya’bul Iman: 9884, 9885; Ibnu Jauzi, At-Tabshirah: 46. Dimana dalam riwayat-riwayat lain dikatakan: ْ َال ِ أ ِھ َْب َص ْر َت ف ْب َل ِي ق الإ َیم َ ان ف ِ ُ َ َّو َر َّ الله َْی ِن َ ، عْبٌد ن َزْم َ ، م َّرت ”Engkau telah melihat, maka pertahankanlah (dua kali); engkau adalah hamba yang hatinya telah Allah cahayai dengan nur iman.”
Telah mengabarkan kepadaku 'Ubaidullah bin Sa'id, Telah menceritakan kepada kami 'Affan bin Muslim telah menceritakan kepada kami Shakhr bin Juwairiyah telah menceritakan kepada kami Nafi' bahwasanya Ibnu Umar mengatakan: Dahulu sahabat-sahabat Rasulullah SAW jika mereka melihat ru’yaa (fana), mereka suka sekali mengisahkan penglihatan ru’yah itu kepada Rasulullah SAW sehingga Rasulullah SAW menakwilkannya. Ketika itu umurku masih belia, sedang aku sering tinggal di masjid karena aku belum menikah. Maka aku berkata kepada diriku sendiri; “Kalaulah dalam dirimu ada kebaikan, niscaya engkau melihat sebagaimana yang dialami orang-orang.” Suatu malam ketika aku berbaring, aku memanjatkan doa; “Ya Allah, jika Engkau mengetahui pada diriku terdapat kebaikan, maka perlihatkanlah kepadaku sebuah ru’yaa.” Maka pada saat aku mengalaminya, tiba-tiba ada dua malaikat mendatangiku yang di tangan masing-masing memegang palu besi. Keduanya membawaku ke jahannam, sedang aku diapit keduanya tiada henti memanjatkan doa; 'Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari jahannam'. Kemudian aku diperlihatkan seorang malaikat yang menemuiku dengan palu besi seraya berujar; 'Tidak usah khawatir, sebaik-baik manusia adalah engkau, jika engkau memperbanyak shalat.' Mereka kemudian membawaku hingga menghentikanku di tepi jahannam. Ternyata jahannam tergulung seperti gulungan sumur, ia mempunyai emperan sebagaimana emperan sumur, yang diantara kedua emperannya terdapat malaikat yang di tangannya membawa palu besi. Dan kulihat disana ada beberapa orang bergelantungan di rantai-rantai, kepala mereka terjungkir dibawah mereka, aku tahu disana ada beberapa pemuka Quraisy. Kemudian mereka membawaku pergi dari sisi kanan. Maka aku ceritakan penglihatan itu kepada Hafshah (istri Rasulullah, yang merupakan saudari Ibnu Umar), kemudian Hafshah menceritakannya kepada Rasulullah SAW, maka Rasulullah SAW bersabda: "Abdullah adalah seorang hamba yang shalih, asalkan shalat malam." Maka semenjak itu Abdullah Ibnu Umar memperbanyak shalat.

—H.R. Bukhari
Menceritakan kepada kami Samurah bin Jundab r.a. bahwa Rasulullah SAW seringkali mengatakan kepada para sahabatnya: "Apakah ada diantara kalian yang melihat ru’yaa?" Maka biasanya ada diantara mereka yang menceritakan kisahnya. Suatu saat ketika subuh, seorang sahabat berkata: "Semalaman aku didatangi… (dst)”.
—H.R. Bukhari
Rasulullah SAW bersabda: “Ru’yaa terikat pada kaki burung (melayang) selama tidak dikabarkan (maknanya); apabila dibuka maknanya maka akan menetap (maknanya tidak bisa lagi berubah)”. Berkata Abi Razin, saya menduga Beliau SAW juga berkata: “Jangan menceritakan ru’yaa kecuali kepada orang kepercayaan atau yang memiliki penglihatan (dzu ra’yin)”.

—H.R. Abu Dawud
Dari paman Abi Razin Al-‘Uqayli bahwasannya dia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Ru’yaa terikat pada kaki burung (melayang) selama tidak dikabarkan (maknanya); apabila dibuka maknanya maka akan menetap (maknanya tidak bisa lagi berubah)”
—H.R. Thabrani
Bersabda Rasulullah SAW: “Barang siapa berbohong ihwal ru’yaa secara sengaja, maka baginya kursi dari api neraka.”

—H.R. Ahmad bin Hambal. (Hadits serupa disebutkan Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam Ithaafu al-Mahaar No. 13741)
Ar-ru'yaa terdiri atas tiga jenis: (1) darinya adalah gangguan dari syaithan agar dengannya anak adam menjadi cemas; (2) darinya adalah keinginan yang berbekas pada jiwa saat terjaga maka muncul sebagai mimpi (obsesi); (3) darinya adalah bagian dari 1/46 kenabian.

 —H.R. Ibnu Abi Syuaibah
Ar-ru'yaa terdiri atas tiga jenis: (1) kabar gembira (busyran) dari Allah; (2) rasa cemas dari syaithan; (3) dan sesuatu yang membekas pada seseorang maka muncul sebagai mimpi (obsesi).

—H.R. An-Nasai
Ar-ru'yaa terbagi tiga: (1) Busyran dari Allah (2) Bisikan nafsu, dan (3) Gangguan dari syaithan. Maka jika seseorang menjumpai sesuatu yang tidak disukainya, maka janganlah diceritakan dan dirikanlah shalat. —H.R. Ahmad bin Hambal
Dari Ubadah bin Shamit r.a. bahwasanya dia berkata: “Aku bertanya kepada Rasulullah SAW mengenai ayat: “Bagi mereka busyran di dalam kehidupan di dunia (Q.S. Yunus [10]: 64)?". Rasulullah SAW menjawab: "Bahwa itu adalah ar-ru'yaa ash-shalihah, dimana seorang mukmin melihatnya atau Allah memperlihatkan kepadanya." Berkata Harbi dalam riwayatnya, dari Yahya, bahwa Rasulullah SAW telah mengabarkan bahwa sesungguhnya ru’yaa shalihah adalah busyran dari Allah; barangsiapa berdusta dalam penglihatan maka ia telah berdusta atas keshalihannya. Bahwa ru’yaa shalihah adalah busyran dari Allah untuk hambanya yang mukmin; maka berpura-pura seakan Allah mengabarkan suatu hal kepadanya padahal bukan demikian, maka itu adalah dusta terhadap Allah Azza wa Jalla. Maka dusta atas Allah niscaya mendatangkan hukuman keras.

—H.R. Al-Kalabadzi
Dari Abu Darda bahwasannya seorang laki-laki datang bertanya kepadanya: “Apa maksud firman Allah: bagi mereka busyran di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat (Q.S. Yunus [10]: 64)?”. Abu Darda berkata: “Engkau telah bertanya perkara yang belum pernah ditanyakan seorangpun sebelumnya, setelah seseorang bertanya hal yang sama kepada Rasulullah SAW. Rasulullah SAW berkata: ‘Busyra mereka di dalam kehidupan dunia adalah ru`yaa shalihah, dan busyra mereka dalam kehidupan akhirat adalah surga’.”

—H.R. Ahmad bin Hambal
Rasulullah SAW bersabda: “Ru’yaa hasanah dari seorang shalih adalah 1/46 bagian dari nubuwah”. —H.R. Bukhari, Qurtubi, Malik bin Anas, Ahmad bin Hambal, Abu Hatim bin Hibban
Rasulullah SAW bersabda: “Ru’yaa seorang mukmin adalah 1/46 bagian dari nubuwah”.

—H.R. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ad-Darimi, Ahmad bin Hambal
Rasulullah SAW bersabda: "Bukanlah al-iman itu dengan berpangku-tangan dan bukan pula dengan berangan-angan, tetapi al-iman itu adalah apa yang memancar di dalam qalbu dan dibenarkan (dibuktikan) dengan amal. Demi jiwaku yang ada dalam genggaman-Nya: seseorang tidak akan masuk surga kecuali dengan amal yutqinuhu (yang dikuasainya)." Para sahabat bertanya: "Ya, Rasulullah, apa yang dimaksud dengan 'yutqinuhu'?". Rasulullah SAW menjawab: "yuhkimuhu (dia ahlinya)".

—H.R. Abu Qasim bin Busyroni, Ad-Darqathani, Ibnu Najar, Abu Nu’aim Al-Isfahani Keterangan: yutqinu: good at, clever (ithqan: orang cerdik); yuhkimu: sempurna, menguasai, ahli, master
Dari Anas bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Aku menemukan bahwa al-hasanah (kebaikan) sebagai nuur di dalam qalb, perhiasan di wajah, dan kekuatan dalam amal; dan aku menemukan bahwa al-khatiah (kesalahan) sebagai kegelapan di dalam qalb, cacat di wajah, dan melemahkan dalam amal.”

—H.R. Abu Nu’aim Al-Isfahani. (Diriwayatkan juga oleh Ibnu Jauzi dengan redaksi berbeda)
Rasulullah SAW bersabda: “Qalbun salim adalah hati dimana Allah bertahta di dalamnya, dan tidak ada sesuatu selain-Nya.”

—H.R. Ibnu Asakir, Abdul Jabbar al-Khaulani
Dari Ibnu Abbas mengenai firman Allah Ta’ala: “kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih (Q.S. Asy-Syu’ara [26]: 89)”, dia berkata: “Bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah.”

—H.R. Abu Nu’aim Al-Isfahani
Rasulullah SAW bersabda: “Beruntunglah orang yang hatinya dilapangkan (diikhlaskan) untuk iman; hingga hatinya selamat (salim), lisannya jujur (shadiq), jiwanya tenang (mutmainnah), perbuatannya lurus (mustaqim); dan membuat telingannya mendengar dan matanya melihat; adapun pendengarannya menjadi tajam dan penglihatannya menjadi terjaga demi apa-apa yang dibutuhkan qalb. Maka beruntunglah mereka yang hatinya terjaga.”

—H.R. Ahmad bin Hambal, Baihaqi, Abu Nu’aim Al-Isfahani
Dari Abu Ja’far bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya apabila al-iman masuk ke dalam qalb maka hati akan mengembang”. Kemudian Rasulullah membacakan ayat “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk islam (Al-An`am [6]: 125)”. Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, apakah pada yang demikian ada tanda yang diketahui?”. Rasulullah menjawab: “Ada tandanya, yakni bersegera untuk kampung keabadian, tenang dalam menghadapi kampung tipuan, serta bersiap akan kematian sebelum kematian itu datang”.

—H.R. Abu Syaibah
Dari Abu Sa’id bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Qalb itu empat tingkatan: qalb yang terang benderang di dalamnya ada pelita yang menerangi; qalb yang tertutup dan melekat pada tutupnya; qalb yang terbalik; dan qalb yang berlapis-lapis. Adapun mengenai qalb yang terang benderang maka itulah qalb al-mukmin, di dalam pelitanya terdapat nuur [cahaya]. Qalbu yang tertutup maka itulah qalb al-kafir. Qalb yang terbalik maka itulah qalb al-munafiq; mengetahui tetapi ingkar. Dan qalb yang berlapis-lapis maka itulah qalb yang di dalamnya bercampur antara iman dan nifaq; permisalan iman padanya laksana akar pohon yang mengeluarkan air yang segar, dan permisalan nifaq padanya laksana borok yang  mengeluarkan nanah dan darah; maka yang mana di antara keduanya lebih berkuasa, maka orang tersebut akan di bawah pengaruhnya.”

—H.R. Ahmad bin Hambal
Dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwasannya Nabi SAW bersabda: “Tidak akan beriman seorang hamba hingga mengimani empat perkara: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah; dan (beriman) bahwa aku adalah rasulullah yang diutus dengan haq; beriman dengan kebangkitan setelah mati; dan beriman kepada qadar.” —H.R. Baihaqi, Al-Baghawi, Ibnu Asyakir, Al-Hakim an-Nisapuri, Abu Bakar al-Bazar.

(Diriwayatkan juga oleh Turmudzi dengan redaksi sedikit berbeda pada kalimat “bahwa Muhammad adalah rasulullah.”).
Dari Ali bin Abi Thalib r.a. bahwasannya Rasulullah SAW bersabda: “Sekali-kali tidak akan beriman seorang hamba hingga mengimani empat perkara: beriman kepada Allah; (beriman) bahwa Allah mengutusku dengan haq; beriman dengan kebangkitan setelah mati; dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.”

 —H.R. Ahmad bin Hambal dan Ibnu Hajar al-Atsqalani
Rasulullah SAW bersabda: “Al-Iman adalah ma'rifah dengan qalb, ikrar dengan lisan, dan beramal dengan anggota badan.” —H.R. Ibnu Majah, Thabrani, Baihaqi, Thabari, Asy-Syaukani, Ibnu A’rabi
:
"Ilmu itu ada dua: ilmu di qalb, maka itulah ilmu yang bermanfaat; dan ilmu yang di atas lisan, maka baginya Allah akan meminta hujjah dari Bani Adam".
-- H.R. Ibnu Abi Syuaibah, As-Sama'ani, Abul-Qasim Al-Busyruni, Asy-Syaukani, Ibnu Abdul Barr Al-Qurtubi.
Bahwasanya Jabir bin Abdullah Al-Anshari bertanya kepada Imam Abu Ja'far (Imam Muhammad Al-Baqir) tentang ilmunya seorang 'alim. Beliau berkata: "Wahai Jabir, sesungguhnya pada diri para Nabi dan para Wali terdapat lima ruh, yaitu ruh qudus, ruh iman, ruh kehidupan, ruh kekuatan, dan ruh syahwah. Dengan ruh qudus, wahai Jabir, mereka dapat mengetahui apa yang terdapat di bawah 'Arasy hingga yang terdapat di bawah bumi". Selanjutnya Beliau berkata: "Wahai Jabir, keempat ruh lainnya bisa terkena perubahan, kecuali ruh qudus. Sebab ia tidak pernah berbuat sia-sia dan tidak pernah lalai".

- Diambil dari buku “40 Hadits Imam Khomeini”.
Benih pohon tidak akan tumbuh dengan baik jika ditanam di tanah dan lingkungan yang tidak cocok. Demikian pula jiwa, jika pekerjaan buminya tidak cocok maka pertumbuhannya merana. Selamat beribadah Jum'at 16/10/2015.

Apabila seseorang meninggalkan agama dalam upaya "memperbaiki" urusan dunianya, maka Allah pasti akan membuka pintu kerusakan yang lebih lebar lagi ... (Sayyidina Ali ra)

Syafaat Al Qur'an

Ketahuilah bahwasanya Al-Qur’an adalah pemberi nasihat yang tulus dan tidak pernah menipu, pemberi petunjuk yang tidak pernah menyesatkan dan pembicara yang tidak pernah berdusta. Tidak seorang pun yang berkawan dengannya melainkan ia pasti memperoleh kelebihan dan kekurangan, yaitu kelebihan dalam kebenaran dan kekurangan dalam kebutaan hati.
Ketahuilah, tiada suatu kebutuhan setelah Al-Qur’an dan tiada suatu kecukupan sebelum Al-Qur’an. Jadikanlah ia sebagai penawar segala penyakit yang engkau derita dan penolong dalam mengatasi segala nestapa. Ia adalah obat bagi segala penyakit yang paling parah berupa kekufuran, kemunafikan, kebodohan, dan kesesatan. Mintalah kepada Allah segala kebaikan dengan mengikuti Al-Qur’an. Mendekatlah kepada Allah dengan mencintai Al-Qur’an, dan janganlah memperalatnya demi mendapatkan sesuatu dari hamba-hamba Allah dengannya.
Tiada sebaik Al-Qur’an yang dapat dibawa seseorang ketika menghadap kepada Tuhan-nya. Ia adalah pemberi syafaat yang telah memperoleh izin dan dikabulkan syafaatnya. Ia adalah pembicara yang dipercaya ucapannya. Barangsiapa disyafaatkan oleh Al-Qur’an di Hari Kiamat maka akan dikabulkan syafaatnya. Barangsiapa terbongkar rahasianya oleh Al-Qur’an di Hari Kiamat, niscaya takkan dapat menghindar. Akan terdengar suatu seruan di Hari Kiamat, “Hai, sesungguhnya setiap penanam akan menjalani ujian atas tanamannya serta akibat-akibat dari usahanya, kecuali para penanam kebenaran Al-Qur’an!”
Oleh karena itu, jadilah kamu di antara para penanam dan pengikutnya. Jadikanlah ia sebagai penunjuk jalan menuju Tuhan-mu. Ikutilah nasihatnya dan curigailah pendapatmu sendiri jika berlawanan dengannya, dan kecenderungan nafsumu jika menyimpang darinya.
Tetapkanlah dirimu dalam kebaikan amal, dan ingatlah akan kedatangan akhir hayatmu. Tabahkanlah dirimu dalam istiqamah, kesabaran, serta kebersihan jiwa. Masing-masing kamu pasti akan sampai di akhir hidupnya, karena itu jemputlah hal tersebut dengan pertobatan dan kebaikan. Kamu memiliki panji Al-Qur’an, maka bernaunglah selalu di bawahnya.
-Washiyah Sayyidina Ali ra. tentang Al-Qur’an-