Wednesday, July 3, 2013

Memperhatikan Makhluk

Dunia adalah hijab bagi akhirat, akhirat adalah hijab terhadap Penguasa dunia dan akhirat, dan setiap makhluk adalah hijab terhadap Sang Pencipta, yakni Allah SWT. Ketika engkau bersama-Nya, maka Dia pun adalah ‘hijab’ bagi dirimu. Dengan itu, engkau tidak akan mengalihkan pandangan kepada makhluk, tidak juga pada dunia, dan tidak pula pada apapun selain Allah Azza wa Jalla, hingga engkau sampai di pintu-Nya dengan kaki-kaki batinmu dan kezuhudanmu yang benar terhadap apa-apa selain Diri-Nya; dengan senantiasa mengosongkan diri dari segala sesuatu, senantiasa berharap kepada-Nya, senantiasa memohon pertolongan kepada-Nya, dan senantiasa memperhatikan masa lalu dan ilmunya. Oleh karena itu, apabila hati dan nuranimu benar-benar telah sampai kepada-Nya, juga kedekatanmu kepada-Nya, kerendahan hatimu di hadapan-Nya, rasa malumu terhadap-Nya, penguasaan dan pengurusanmu atas hatimu, serta menjadikanmu tabib atasnya, maka pada saat engkau berpaling kepada makhluk dan dunia, keberpalinganmu itu merupakan nikmat bagi mereka. Pengambilan bagianmu terhadap dunia dari tangan mereka dan pengembaliannya kepada orang-orang fakir, serta penerimaanmu darinya demi bagianmu, adalah ibadah, ketaatan, dan keselamatan. Barangsiapa yang mengambil dunia dengan sifat ini, dunia tidak akan mencelakakannya; bahkan ia akan selamat darinya.

Kewalian memiliki tanda pada wajah-wajah para wali, yang dikenal oleh para ahli firasat. Isyarat-isyarat itu dikemukakan dengan kewalian, bukan dengan lisan. Barangsiapa yang menghendaki kebahagiaan, dia mesti mengorbankan diri dan hartanya semata-mata untuk Alllah Azza wa Jalla; mengeluarkan makhluk dan dunia dari dalam hatinya seperti keluarnya rambut dari dalam adonan dan susu; demikian juga dari segala sesuatu selain Allah. Jika demikian halnya, akan diberikan hak orang yang memang memiliki haknya. Di hadapan-Nya engkau makan bagianmu dari dunia dan akhirat. Engkau ada di depan pintu-Nya dan berdiri tegak melayani.

Janganlah memakan bagianmu di dunia, selagi dunia menjadi landasan dan kau berdiri di atasnya. Akan tetapi, makanlah bagianmu di dunia di hadapan pintu Penguasa, selagi engkau duduk dan dunia berdiri.

Layanilah orang yang berdiri di depan pintu Allah Azza wa Jalla dan hinakanlah siapa saja yang berdiri di idepan pintu dunia. Segala sesuatu yang merupakan bagian dunia ada di bawah kaki kekayaan dan kemuliaan Allah Azza wa Jalla.

Kaum muslim senantiasa ridha kepada Allah atas kesempitannya di dunia dan ridha pula kepada-Nya di akhirat untuk berdekatan dengan-Nya. Mereka tidak mencari sesuatu dari Allah selain Diri-Nya. Mereka tahu bahwa dunia telah dibagi-bagi, sehingga mereka pun meninggalkan tuntutan atasnya dan beramal demi meraihnya. Tidak ada yang mereka kehendaki selain wajah Allah Azza wa Jalla. Seandainya mereka masuk surga, mereka tidak membuka mata mereka hingga melihat cahaya wajah Allah. Kesendirian dan kesunyian yang paling disukai adalah tatkala seseorang yang hatinya kosong dari makhluk dan sebab-sebab. Seseorang tidak akan menempuh jalan para nabi, para shiddiqqiin, dan orang-orang shalih hingga dia merasa puas dengan kemudahan di dunia dan bersikap pasrah atas apa pun yang telah ditakdirkan. Hendaklah engkau tidak mencari sesuatu yang banyak, sebab sesungguhnya engkau bisa celaka. Apabila datang kepadamu sesuatu yang banyak dari Allah di luar pilihanmu sendiri, berarti engkau benar-benar telah dipelihara di dalam perkara tersebut.

Hasan al Bashri r.a. pernah bertutur, “Hendaklah engkau menasihati manusia dengan ilmu dan tutur katamu. Kepada orang yang sering memberi nasihat, hendaklah menasihati manusia dengan kebeningan batin dan ketakwaanmu. Janganlah menasihati mereka dengan cara memperbagus penampilanmu tetpi diikuti dengan keburukan batinmu.”

Allah Azza wa Jalla telah menetapkan keimanan di dalam hati kaum Mukmin sebelum Dia menciptakan mereka. Ini adalah masa lalu. Kita tidak boleh terpaku pada masa lalu dan bersikap tawakal terhadap masa lalu. Akan tetapi kita mesti bersungguh-sungguh, berusaha dan mengerahkan sikap zuhud, bersungguh-sungguh dalam menghasilkan keimanan dan keyakinan; emnetapi anugerah Allah Azza wa Jalla, dan senantiasa melazimkan duduk bersimpuh di pintu-Nya. Dengan demikian, hati kita senantiasa bersungguh-sungguh di dalam menggapai keimanan, sehingga mudah-mudahan Allah Azza wa Jalla menganugerahkan sesuatu kepada kita tanpa harus kerja keras dan mengalami keletihan. Dia tidak meluaskan bagi kalian apa yang dulu pernah Dia luaskan bagi orang yang mendahului kalian, yakni para sahabat dan para taabi’in. Allah Azza wa Jalla, Tuhan kita, berada di atas ‘Arsy, sebagaimana difirmankan-Nya tanpa ada penyerupaan dan tanpa mengidentikkannya dengan jasad fisik.


Ya Allah, limpahkanlah kami rezeki, berilah kami taufik, dan jauhkanlah kami dari bid’ah. Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kami kebajikan di dunia dan akhirat, serta lindungilah kami dari siksa api neraka.[]

(Syaikh Abdul Qadir Jailani, Percikan Cahaya Ilahi )

No comments:

Post a Comment