Friday, May 10, 2013

Marah yang Terpuji dan yang Tercela


Abdul Qadir Jailani
Percikan Cahaya Ilahi

Marah itu, jika karena Allah, adalah terpuji. Namun, jika karena selain-Nya, marah adalah sikap yang tercela. Seorang muslim marah karena menolong agama-Nya, bukan karena menolong dirinya. Dia marah jika hukum Allah dihina, sebagaimana seekor macan marah jika hasil buruannya dirampas. Sedah tentu Allah SWT murka karena murka-Nya dan Dia ridha karena keridhaan-Nya.

Janganlah menampakkan kemarahan karena Allah SWT, padahal engkau marah karena dirimu sendiri. Jika begitu, engkau telah menjadi orang munafik. Sebab, segala sesuatu yang dilakukan karena Allah akan sempurna, kekal dan bertambah. Sementara sesuatu yang tidak karena-Nya akan berubah dan musnah. Oleh karena itu, jika engkau melakukan suatu perbuatan, hilangkanlah diri (ego) dan hawa nafsumu, juga setan yang menggodamu. Janganlah melakukan semua itu kecuali karena Allah SWT dan karena melaksanakan perintah-Nya. Janganlah melaksanakan sesuatu kecuali karena perintah yang tetap dari Allah SWT; baik melalui perantaraan syariat, melalui ilham dari Allah ke dalam hatimu atau menyesuaikan diri dengan syariat.

Hendaklah engkau bersikap zuhud tentang keadaan dirimu, segenap makhluk, dan perkara dunia, niscaya Dia akan memberi ketenangan. Cintailah sikap ramah kepada Allah SWT dan ketenangan dari kedekatan dengan-Nya. Tidak ada keramahan kecuali keramahan kepada-Nya. Tidak ada ketenangan kecuali bersama-Nya setelah bersih dari kekotoran diri dan hawa nafsu. Tetaplah bersama kaum muslim sehingga engkau menjadi kuat karena kekuatan mereka dan melihat dengan penglihatan mereka. Raja di antara semua raja akan merasa bangga kepadamu. Bersihkanlah hatimu dari selain Dia. Dengan itu, engkau akan dapat melihat semua perkara selain Dia. Pada garis besarnya, engkau akan melihat-Nya, kemudian dengan itu, engkau akan melihat perlakuan-Nya terhadap makhluk-Nya. Sama halnya engkau tidak boleh masuk menghadap raja di dunia dengan membawa najis lahiriah, kau juga tidak bisa masuk menghadap Raja semua raja, yaitu Allah SWT, dengan membawa najis batiniah. Engkau akan menjadi tenang penuh dengan endapan. Apa yang Dia lakukan terhadap dirimu? Ubahlah apa yang ada dalam dirimu dan bersihkanlah. Setelah itu, baru engkau dapat masuk menghadap Allah.

Dalam hatimu terdapat dosa, engkau takut terhadap makhluk dan berharap padanya. Engkau juga mencintai dunia dan semua yang ada di dalamnya. Semua ini termasuk najis hati. Tidak ada pembicaraan hingga engkau mati dan dibawa ke satu pintu kejujuranmu. Pada saat itu, engkau tidak mengkhawatirkan makhluk. Sesuatu yang selamanya ada dalam dirimu, ada pada mereka dan engkau dapat melihat mereka. Oleh karena itu, jangan menyodorkan tanganmu kepada mereka hingga mereka menerimanya. Tidak ada pembicaraan jika engkau masih merasa bingung untuk dekat kepada-Nya, sehingga dirimu disibukkan oleh mereka; oleh pemberian, cegahan, pujian, dan celaan mereka.

Jika seseorang bertobat dengan benar, berarti benar pula imannya dan akan bertambah. Menurut Ahlus Sunnah, iman itu bisa bertambah dan bisa berkurang. Iman bertambah karena taat dan berkurang karena maksiat. Ini terjadi di kalangan orang-orang awam. Sementara bagi orang-orang tertentu, iman itu bertambah karena makhluk telah keluar dari hati mereka, dan iman berkurang karena makhluk masuk ke dalam hati mereka. Iman bertambah karena tetapnya mereka kepada Allah SWT dan berkurang karena berdiam pada selain Allah. Kepada Tuhan mereka bertawakal, kepada-Nya percaya, kepada-Nya bersandar, kepada-Nya merasa takut, kepada-Nya kembali, dan kepada-Nya bertauhid. Dan kepada-Nya berpegang teguh sehingga mereka tidak menyekutukan-Nya. Karena semua itu mereka dicoba. Tauhid mereka ada dalam hati dan perhatian kepada makhluk ada dalam lahirnya. Jika ada yang mengatakan kebodohan kepada mereka, sesungguhnya mereka tidak bodoh. Allah SWT berfirman tentang mereka:

Apabila orang-orang jahil menyapa, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (QS 25: 63)

Hendaklah engkau diam dan bersabar terhadap kebodohan orang-orang jahil serta nafsu mereka yang berkobar. Sementara jika mereka durhaka kepada Allah, janganlah berdiam diri, karena hal demikian adalah haram. Dalam hal itu, berbicara adalah ibadah dan tidak berbicara adalah dosa – jika engkau telah menetapkan amar ma’ruf nahi mungkar kemudian melalaikannya. Karena amar ma’ruf nahi mungkar adalah pintu kebaikan yang terbuka di hadapanmu, maka bergegaslah masuk ke dalamnya. Nabi Isa a.s. pernah memakan rumput padang pasir, minum dari air sungai, dan berlindung dalam gua-gua. Beliau sering tidur berbantalkan batu atau tangannya. Orang mukmin melakukan hal demikian dengan tujuan agar bisa menemui Tuhannya melalui cara ini. Apabila ada bagian harta untuknya di dunia, harta itulah yang akan mendatanganinya. Dia hanya memakainya dalam lahiriahnya saja dan melakukannya untuk dirinya, sedangkan hatinya tetap bersama Allah SWT, tidak berubah. Sebab sikap zuhud, jika sudah menetap di hati, tidak akan berubah oleh datangnya dunia dan memperoleh bagiannya. Orang mukmin, jika sudah mencintai dunia, penghuninya, syahwatnya dan kesenangannya, maka dia tidak akan sabar menghadapi kesibukan sedetik pun di malam dan siang hari; dia tidak akan beribadah dan mengingat Allah SWT, dan dia tidak akan menaati-Nya. Kemudian Allah memperlihatkan kepadanya aib dirinya, lalu dia bertobat dan menyesali diri atas kecerobohannya di masa lalu. Allah kemudian memperlihatkan kepadanya aib dunia melalui keterangan dalam Alquran dan Sunnah, melalui para guru, sehingga muncullah sikap zuhud dalam dirinya terhadap dunia. Pada saat dia melihat suatu aib, Allah memperlihatkan aib lainnya, sehingga dia tahu bahwa semuanya tidaklah abadi (fana).

Baginya, umur dunia itu sebentar; nikmatnya akan hilang; kebaikannya akan berubah; pekertinya jelek; tangannya akan menyembelih; dan ucapannya menjadi racun. Tidak ada yang dikembalikan kepada dunia, juga tidak menjadi pokok dan tidak menjanjikan. Berdiri di dunia bagaikan membangun di atas air, dia tidak menjadikannya tetap di dalam hati dan tidak menjadikannya sebagai rumah. Kemudian derajatnya meningkat, keyakinannya semakin kuat, dan dia mengenal Allah Azza wa Jalla. Dia juga tidak menjadikan akhirat tetap dalam hatinya. Hanya kedekatan dengan Tuhannya yang dia tetapkan daam hati di dunia dan di akhirat.

Dia membangun rumah bagi batin dan hatinya di sana. Saat itu keramaian dunia tidak membahayakan baginya walaupun dibangun seribu rumah karena dibangun untuk yang lain bukan untuknya. Dia melaksanakan perintah Allah, dan menyesuaikan diri dengan qadha dan qadar-Nya. Dia mendirikannya dengan tujuan untuk melayani makhluk dan menyampaikan ketenangan kepada mereka. Dia menghubungkan antara yang terang dengan yang gelap dalam masakan roti dan tidak memakannya sedikitpun. Dia mempunyai makanan khusus yang tidak sama dengan yang lain. Dia berbuka puasa di hadapan makanannya sendiri, dan berpuasa lagi di hadapan makanan orang lain. Orang zuhud itu berpuasa dari makanan dan minuman. Orang makrifat berpuasa dari yang tidak dia kenal. Dia lapar, dan tidak makan selain dari tangan dokternya. Penyakitnya jauh sedangkan obatnya dekat. Puasa orang zuhud di siang hari, sedangkan puasa orang makrifat di siang dan malam hari. Tidak ada buka bagi puasanya sehingga dia menemui Allah Azza wa Jalla. Orang makrifat berpuasa selamanya dan demam selamanya. Hatinya berpuasa selamanya dan bagian dalamnya mengalami demam. Dia tahu bahwa obatnya adalah bertemu Tuhannya dan dekat kepada-Nya.

Wahai sahaya, jika ingin berbahagia, keluarkanlah makhluk dari dalam hatimu. Engkau tidak perlu takut kepada mereka; Kau tidak perlu mengharapkan sesuatu dari mereka; Kau tidak perlu bersikap ramah terhadap mereka; dan kau tidak perlu tinggal bersama mereka. Segeralah menghindar dari semua itu dan belajarlah bersikap “kasar” kepada mereka, anggaplah mereka sebagai bangkai yang telah mati. Jika hal itu telah kau lakukan dengan benar, engkau akan merasa tenang ketika ingat kepada Allah Azza wa Jalla dan sebaliknya, merasa gelisah ketika mengingat yang selain Dia. []

No comments:

Post a Comment