Wednesday, July 25, 2012

Asma Allah Al 'Adl

Al ‘Adl (Yang Mahaadil) artinya adalah Dia yang adil dan Dialah yang selalu bertindak adil, lawannya kezaliman dan penindasan. Orang tidak dapat mengetahui orang yang adil tanpa mengetahui keadilan orang itu, dan orang tidak mengetahui keadilannya tanpa mengetahui tindakannya. Maka barangsiapa ingin memahami sifat ini, maka dia harus memahami tindakan-tindakan Allah Ta’ala dari kerajaan lelangit hingga ke ujung dunia, sampai ke titik dimana dia tidak melihat kecacatan apapun dalam ciptaan Yang Mahabaik, dan tidak melihat adanya keretakan di dalamnya, namun sekali lagi hanya memperhatikan pandangannya menjadi lemah dan pudar. Karena keindahan kehadiran Ilahiah telah menguasainya dan membuatnya kagum pada keselarasan dan keteraturannya; bagi orang sepert itu, maka keadilan Allah Azza wa Jalla melekat dalam pemahamannya. Dia menciptakan berbagai golongan wujud, wujud yang fisik maupun wujud yang spiritual, yang sempurna dan tidak sempurna di antara wujud-wujud itu. Dan Dia telah memberikan kepada tiap-tiap benda eksistensinya yang diciptakan, di mana Dia itu murah hati, dan juga mengaturnya dengan tingkatan yang sesuai dengannya, di mana Dia itu adil. Diantara benda-benda besar alam semesta adalah bumi, air, udara, langit, bintang, dan Dia telah menciptakannya dan mengaturnya, menempatkan bumi di tempat terendah di antara semuanya, meletakkan air di atasnya dan udara di atas air dan langit di atas udara. Dan kalau susunan ini dibalik, maka tatanannya tidak dapat dipertahankan. Keterangan yang menjelaskan kebaikan-kebaikan dalam keadilan tatanan dan susunan ini mungkin sulit dipahami oleh banyak orang. Mari kita turun ke tingkat umum, dan kita perhatikan tubuh manusia. Tubuh manusia tersusun dari berbagai anggota yang berbeda. Dia menyusun manusia dari tulang, daging dan kulit. Dia menempatkan tulang sebagai topangan dengan daging yang membungkusnya untuk melindunginya, dan kulit yang membungkus untuk melindungi daging. Kalau tatanan ini dibalik, sehingga yang ada di dalam menjadi di luar, maka susunan itu tidak akan dapat dipertahankan. Dan jika hal itu belum jelas bagi Anda, maka perhatikan bahwa Dia telah menciptakan berbagai anggota badan bagi manusia seperti tangan, kaki, mata, hidung dan telinga. Dengan menciptakan anggota-anggota badan itu di tempat yang paling tepat di tubuh kita; jika Dia menciptakannya di bagian belakang kepala atau di kaki atau tangan atau di atas kepala, maka hasilnya berupa kecacatan, dan mudah hancur. Dengan cara yang sama Dia menempatkan tangan di bahu, dan kalau Dia meletakkannya di kepala atau di pinggang atau lutut maka yang terjadi adalah ketidakseimbangan. Begitu pula, dia menempatkan semua indera di kepala agar dapat mengawasi, mengatur dan menjaga anggota tubuh yang lain, karena memang ditempatkan untuk mengawasi. Karena jika Dia menempatkan indera di kaki, maka susunannya akan benar-benar terganggu. Ringkasnya adalah, bahwa tidak ada yang diciptakan kecuali di tempatnya yang memang dimaksudkan untuk apa yang diciptakan itu. Karena jika ditempatkan di kiri atau di kanan dari kedudukannya yang ada sekarang, atau di bawah atau di atasnya, maka hal itu akan kurang baik atau tidak berguna, buruk atau tidak pada tempatnya, dan terlihat menjijikkan. Jadi, hidung diciptakan di tengah wajah, kalau hidung diciptakan di dahi atau di pipi, maka kecacatan seperti itu akan mengurangi kemanfaatannya. Mungkin Anda sudah cukup memahami sehingga dapat menangkap kearifan ini. Juga perlu Anda ketahui bahwa Dia tidak menciptakan matahari di atas langit ke empat, yaitu di tengah-tengah ketujuh langit. Namun Dia menciptakannya dengan benar, menempatkannya di tempat yang cocok untuknya, sehingga ia dapat mencapai tujuannya. Mungkin Anda tidak dapat menangkap kearifan di dalamnya, karena Anda kurang merenungkan kerajaan-kerajaan lelangit dan bumi dan keajaiban-keajaibannya. Kalau Anda merenungkannya, maka keajaiban yang akan Anda lihat melebihi keajaiban-keajaiban tubuh Anda. Dan mana mungkin tidak demikian, bila penciptaan lelangit dan bumi lebih besar daripada penciptaan manusia. Kalau Anda memiliki banyak pengetahuan tentang keajaiban-keajaiban jiwa Anda, dan merenungkannya dan juga merenungkan bagian-bagian tubuh yang membungkusnya, maka Anda akan termasuk mereka yang oleh Allah SWT dikatakan: Akan Kami tunjukkan kepada mereka tanda-tanda Kami di ufuk-ufuk dan di dalam diri mereka sendiri (QS 41:53). Mana mungkin Anda termasuk mereka yang oleh Allah dikatakan: Maka Kami tunjukkan kepada Ibrahim kerajaan-kerajaan lelangit dan bumi (QS 6:75)? Dapatkah gerbang langit terbuka untuk orang yang perhatiannya hanya tertuju kepada dunia dan yang diperbudak keserakahan dan hawa nafsu? Hal tersebut menawarkan petunjuk simbolis mengenai bagaimana memahami langkah-langkah pertama untuk mengetahui nama yang satu ini. Untuk menjelaskannya diperlukan berjilid-jilid buku, seperti juga yang terjadi dengan menerangkan makna setiap nama ini. Karena kata benda yang berasal dari kata kerja tidak akan dimengerti tanpa terlebih dahulu memahami tindakan-tindakannya, dan segala sesuatu yang ada menjadi ada karena tindakan-tindakan Allah Ta’ala. Maka siapapun yang tidak dapat memahaminya, baik secara terinci maupun secara umum, maka dia tidak akan mengetahuinya kecuali hanyalah persoalan-persoalan bahasa dan ulasan. Orang tak mungkin mengharapkan dapat mengetahuinya secara terinci, karena hal itu tak ada akhirnya. Namun, manusia memiliki jalan untuk mengetahuinya secara umum, dan pengetahuannya mengenai nama-nama sebanding dengan sejauh mana pengetahuan umumnya mengenai tindakan-tindakan dan itu meliputi segala bentuk pengetahuan. Namun, tujuan buku seperti ini hanyalah menawarkan petunjuk yang merupakan kunci untuk mengetahui bagaimana keseluruhannya dapat bekerja sama. Nasihat: Bahwa manusia dapat berlaku adil, itu sudah diketahui. Pertama, terdapat keadilan yang harus dimilikinya terhadap sifat-sifatnya sendiri, dan itu berupa dia menempatkan hawa nafsu dan amarah di bawah bimbingan akal dan agama. Karena, begitu dia menjadikan akal sebagai abdi hawa nafsu dan amarah, tentu dia akan berlaku tidak adil. Inilah keseluruhan keadilan pada diri manusia, dan pengaruh-perngaruhnya tentunya berupa menaati semua parameter Hukum. Manusia dapat dikatakan adil terhadap semua anggota tubuhnya kalau dia menggunakannya sesuai dengan cara yang diizinkan Hukum. Selain itu, kalau dia menunaikan tugas-tugasnya dengan baik terhadap sanak keluarganya, atau jika dia seorang penguasa, melaksanakan tugas-tugasnya dengan baik terhadap rakyatnya. Mungkin timbul pikiran bahwa ketidakadilan akan menyebabkan kemudharatan, dan bahwa keadilan berupa memberi manfaat kepada manusia. Namun kasusnya tidaklah demikian. Karena kalau raja membuka gudang-gudang yang berisi senjata dan buku-buku serta berbagai barang, lalu memberikan uang kepada orang kaya dan senjata kepada ulama dan menyerahkan benteng kepada mereka juga; sementara dia membagi-bagikan buku kepada para tentara dan personalia tempur, menyerahkan mesjid-mesjid dan sekolah-sekolah kepada mereka juga, maka itu memang bermanfaat bagi mereka, tetapi itu juga bersifat menindas dan tidak adil, karena dia meletakkan segala sesuatunya bukan pada tempatnya. Tetapi kalau dia membawa mudharat bagi orang sakit dengan membuat mereka minum obat, atau memaksa mereka untuk dioperasi; atau membawa mudharat bagi orang jahat dengan memberi mereka hukuman mati atau memotong salah satu anggota tubuh mereka atau dengan memukul mereka, maka dia berarti telah berlaku adil karena dia telah menempatkan mereka pada tempatnya yang tepat. Manusia akan mendapatkan keuntungan keagamaan dari kepercayaannya bahwa Allah SWT itu adil kalau dia tidak merasa keberatan dengan rencana-Nya, ketentuan-Nya dan semua tindakan-Nya, entah itu sesuai dengan kehendaknya atau tidak. Karena semuanya itu adalah adil, itu memang harus begitu. Seandainya Dia tidak melakukan apa yang telah dilakukan-Nya, maka sesuatu yang lain akan terjadi yang lebih merugikan dibanding apa yang telah terjadi, seperti orang sakit yang tidak mau dioperasi maka ia akan semakin sakit kalau dibanding kalau dioperasi. Beginilah keadaan Allah SWT dan beriman kepada-Nya meniadakan keberatan, baik lahiriah maupun batiniah. Iman akan sempurna kalau ‘tidak mengutuk nasib’, tidak menuduh bahwa segalanya terjadi karena adanya pengaruh benda-benda langit, dan tidak merasa keberatan terhadap-Nya, sebagaimana hal itu lazim dilakukan. Namun kalau tahu bahwa semua ini terjadi karena sebab-sebab yang tunduk kepada Dia, diatur dan diarahkan ke akibat-akibatnya dengan sebaik-baik tatanan dan arah, yang sesuai dengan segi keadilan dan kebajikan yang paling tinggi.[]

No comments:

Post a Comment